MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
TENTANG
LEASING
O
L
E
H
HIZRA ISFIO RITA
(
1630401083
)
http://hizraiainbatusangkar.blogspot.co.id/
DOSEN PEMBIMBING :
1. Dr.
H. Syukri Iska, M. Ag.
2. Ifelda
Nengsih, SEI., MA.
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH 3B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di Indonesia,
usaha leasing mulai diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974, dan pada awal
kemunculannya belum menunjukkan perkembangan yang berarti, disaat Indonesia
sedang giat-giatnya membangun tertutama di sektor pertanian. Kemunculan
kelembagaan ini merupakan suatu alternatif yang cukup menarik bagi para
pengusaha karena ketika itu sulit didapati dana rupiah untuk membiayai
pembelian barang modal dengan jangka pengembalian antara tiga hingga lima tahun
atau bahkan lebih.
Tujuan
pembangunan di Indonesia adalah mencapai masyarakat adil dan makmur yang merata
secara material dan spiritual berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai tujuan
tersebut, diperlukan dana yang cukup besar jumlahnya. Pembiayaan pembangunan di
Indonesia sampai saat ini sebagian besar dibiayai oleh sumber perbankan. Namun,
karena jumlah dana yang dibutuhkan sedemikian besar, maka dari itu Departemen
Keuangan berusaha keras untuk mencari sumber-sumber dana pembiayaan baru. Untuk
itulah diizinkan berdirinya suatu usaha leasing yang diharapkan dapat membantu
kebutuhan modal, baik dari dalam maupun luar negeri dalam jumlah yang besar.
B.
Rumusan
Masalah
1. Pengertian
Leasing
2. Bagaimana
mekanisme Operasional Perusahaan Leasing : Produk dan mekanisme perlaksanaan Leasing?
3.
Bagaimana perkembangan perusahaan
leasing dari tinjauan syariah terhadap leasing di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Leasing
berasal dari kata Lease yang berarti
sewa atau umumnya diartikan sewa menyewa, yaitu pembiayaan peralatan atau
barang modal yang digunakan untuk proses produksi oleh perusahaan.
Dilihat dari
sisi ekonomi, leasing dapat pula dikatakan sebagai salah satu cara untuk
menghimpun dana dan menginvestasikannya kembali dalam sektor-sektor ekonomi
tertentu yang dianggap produktif.[1]
Menurut
Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan;
sewa guna usaha adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha
dengan hak opsi (financial lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi
(operating lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (lesee) selama jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Kegiatan leasing
dikhususkan untuk membiayai barang-barang modal yang dibutuhkan untuk menyewa
guna usaha, baik berbentuk perusahaan (badan hukum) atau perorangan.
Dibandingkan dengan sumber pembiayaan lain.[2]
Sewa guna usaha (leasing) syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk barang modalnbaik secara sewa guna usaha dengan hak opsi
(finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak
opsi
(operating lease) untuk
digunakan oleh penyewa guna usaha
(lesse) selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran sesuai prinsip syariah.[3]
Pengertian
leasing secara umum adalah perjanjian antara lessor (perusahaan) dengan lesse
(nasabah) dimana pihak lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan oleh
lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.[4]
B. Mekanisme Operasional Perusahaan
Leasing : Produk dan mekanisme perlaksanaan Leasing
1.
Produk
(Jenis-Jenis Pembiayaan Leasing)
a. Operating
Lease
Operating ini dapat dikatakan sebagai leasing untuk
operasi. Pada operating lease ini lessor membeli barang dan kemudian menyewakan
kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental
yang besanya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang
telah dikeluarkan lessor dan akan menanggung semua biaya pemeliharaan, biaya
asuransi dan biaya-biaya lain yang berhubungan dengan kepemilikan dengan tinta
itu.[5]
b. Financial
Lease
Menanggung biaya perawatan, perjanjian kontrak
leasing tidak dapat dibatalkan, dan dingsur secara penuh. Dengan demikian
lessor menerima pembayarann sebesar harga perolehan aktiva ditambah keuntungan
yang disyaratkan. Pada umumnya lesse juga harus membayar pajak dan asuransi
aktiva yang menjadi objek leasing tersebut.[6]
Financial ini artinya adalah untuk mentransfer
sebagian besar risiko dan keuntungan kepada lessee atau penyewa. Berikut adalah
beberapa bentuk dari financila ini, sebagai berikut:
1) Direct
Financial Lease, terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang
yang dijadikan objek lease.
2) Hire
purchase atau penyewaan modal adalah suatu penyewaan yang digolongkan sebagai
suatu penyewaan modal apabila memenuhi salah satu dari kriteria berikut:
a) Penyewaan
ini mengalihkan pemilikan kepada penyewa pada akhir jangka waktu penyewaa.
b) Penyewaan
ini memberikan kesempatan untuk membeli dengan harga yang rendah sehabis masa
sewa.
c) Jangka
waktu penyewaan sama dengan 75% atau lebih dari perkiraan kegunaan ekonomis
dari perlengkapan.
d) Nilai
sekarang dari pembayaraan sewa dari nilai pasar yang wajar dari hal milik yang
disewakan dikurangi kewajiban pajak yang bersangkutan, yang ditahan oleh pihak
yang menyewajan.
c. Sale
and lease back, sebagai suatu transaksi yang menyangkut penjualan hak milik
oleh pemillik dan penyewaan kembali hak milik itu kepada penjual (penjualan
harga kembali), merupakan salah satu cara bagi perusahaan yang dalam
menjalankan operasionalnya mengalami kesulitan keuangan terutana pada
penyediaan modal kerja.
d. Syndicated
lease, digunakan untuk suatu obyek leasing yang pembiayaannya dilakukan oleh
lebih dari satu lessor.
e. Vendor
program/vendor lease, dimana praktiknya lessor membayar kepada vendor sesuai
dengan harga barang yang telah dipilih oleh lessee, dan demikian pula dalam hal
pembayaran sewa ataupun angguran lessee dapat langsung membayar pada lessor
atau melalui perantaraan vendor.[7]
2.
Mekanisme
pelaksanaan Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing, terdapat
prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan, yaitu sebagai berikut :
a. Lessee
bebas memilih harga dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan
penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
b. Setelah
lessee mengisi formulir permohonan
lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.
c. Lessor
mengevaluasi kekayaan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease
dengan syarat dan kondisi yang disetujuan lessee (lama kontak pembayaran sewa
lease), setelah itu kontrak lease dapat ditandatangani.
d. Pada
saat yang sama, lease dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan
yang dilease dengan perusahaan asuransi yang yang disetujui lessor, sebagaimana
yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi
terjalin perjanjian kontrak utama.
e. Kontrak
pemilihan barang modal akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan.
f. Supplier
dapat mengirimkan barang modal yanng dilease ke lokasi lessee untuk
mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan
menandatangani perjanjial purna jual.
g. Lessee
menandatangani tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan
pemindahan pemilikan kepada lessor.
h. Lessor
membayar harga modal yang dilease kepada supplier.
i.
Leasee membayar sewa lease secara
periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak
lease.[8]
C.
Perkembangan
perusahaan leasing dari tinjauan syariah terhadap leasing di Indonesia
Pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu
dengan imbalan bagi hasil.
Usaha
leasing syariah dilakukan berdasarkan akad ijarah dan akad a-ijarah
al-muntahiyah bi al-Tamlik. Akad ijarahadalah akad penyaluran dana untuk
pemindahanhak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (
mu’ajjir) dengan penyewa ( musta,jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan
barang itu sendiri.Landasan syariah akad ini adalah Fatwa DSN-MUI
No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentangpembiayaan ijarah. Ijarah Muntahiyah Bittamlik
adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan
pembiayaan sebagai pemberi sewa ( mu’ajjir ) dengan penyewa (musta’jir) disertai
opsi pemindahan hak milik atas barang tersebutkepada penyewa setelah selesai
masa sewa. Landasan syariah akad.[9]
Di
Indonesia, kehadiran industri pembiayaan (multi finance), khususnya leasing baru
dikenal sejak tahun 1974. Kelahirannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan Perindustrian dan menteri Perdagangan No. 122/MK/IV/2/74, No.
32/M/SK/2/74, No. 30/ Kpb/I/74 tentang perizinan usaha leasing. Setahun setelah
dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT. Pembangunan Armada Niaga Nasional.
Kemudian melalui Keputusan Presiden No. 61/1988, yang ditindaklanjuti dengan
SK. Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1998, pemerintah membuka luas lagi bagi
bisnis pembiayaan sehingga perusahaan leasing semakin bertambah jumlahnya yang
ditandai dengan bertambahnya volume bertransaksinya. Disamping itu, hadirnya
perusahaan asing dalam bentuk usaha patungan dengan perusahaan-perusahaan
nasional atau dengan pemodal individu telah semakin mempopulerkan kegiatan
bisnis leasing sebagai sumber pembiayaan di samping cara-cara pembiayaan
konvensional yang umum dikenal melalui perbankan. Kehadiran industri pembiayaan
(multi finance) di Indonesia sesungguhnya belumlah terlalu lama, terutama bila
dibandingkan dengan negara-negara maju. Dari beberapa sumber, diketahui
industri ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Kelahirannya didasarkan pada
surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri sebagaimana yang penulis sebutkan di
atas tadi. Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup
mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam
pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus merangkak. Jika
sebelumnya hanya terfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada
keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan
multi finance semakin dikenal pelaku usaha nasional.[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara umum, leasing dapat
dikatakan sebagai perjanjian antara lessor (perusahaan) dengan lesse (nasabah)
dimana pihak lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan
imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu. Jenis-jenis pembiayaan
leasing itu terdiri dari operating lease
dan financial lease.
Pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu
dengan imbalan bagi hasil.
Usaha
leasing syariah dilakukan berdasarkan akad ijarah dan akad a-ijarah
al-muntahiyah bi al-Tamlik.
Hingga
saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan.
Jenis barang yang dibiayai pun terus merangkak. Jika sebelumnya hanya terfokus
pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada keperluan kantor,
manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan multi finance
semakin dikenal pelaku usaha nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Kasmir,
Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya,
(Jakarta:Rajawali Press,2014)
Martono, Bank
dan Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta:Ekonisia,2002)
Veithzal
Rivai, dkk, Bank dan Vinacial Institution
Management, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2007)
Wijaya,Faried,
Perkreditan, Bank, Lembaga-lembaga
Keuangan, (Yogyakarta:BPFE,1991)
file:///C:/Users/USER/Downloads/231-655-1-PB(1).pdf,
(28Oktober2017:19.00)
[1]
Veithzal Rivai, dkk, Bank dan Vinacial
Institution Management, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.1209
[2]
Wijaya,Faried, Perkreditan, Bank,
Lembaga-lembaga Keuangan, (Yogyakarta:BPFE,1991).hlm.179
[3]
Andri Soemitra, Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta;Kencana,2010),
Cetakan kedua, hlm 394.
[4]
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
Lainnya, (Jakarta:Rajawali Press,2014),hlm.240
[5]
Veithzal Rivai, dkk, Op.cit, hlm.1220
[6]
Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,
(Yogyakarta:Ekonisia,2002),hlm.118-119
[7]
Veithzal Rivai, dkk, Op.cit,
hlm.1223-1228
[8]
Veithzal Rivai, dkk, Op.cit, hlm.1215
[9]
file:///C:/Users/USER/Downloads/231-655-1-PB(1).pdf, (28Oktober2017:19.00)
[10]
Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013, hlm.182, (file:///C:/Users/USER/Downloads/43-79-1-SM.pdf,
28Oktober2017:19.00)