MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
TENTANG
LEMBAGA KEUANGAN BANK DAN NON BANK
O
L
E
H
HIZRA ISFIO RITA
( 1630401083 )
DOSEN PEMBIMBING :
1.
Dr.
H. Syukri Iska, M. Ag.
2.
Ifelda
Nengsih, SEI., MA.
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Lembaga keuangan merupakan tumpuan bagi para
pengusaha untuk mendapatkan tambahan modalnya melalui mekanisme kredit dan
menjadi tumpuan investasi melalui mekanisme saving.
Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam
pengembangan dan pertumbuhan masyarakat industry modern. Produksi berskala
besar dengan kebutuhan investasi yang membutuhkan modal yang besar tidak
mungkin dipenuhi tanpa bantuan lembaga keuangan.
Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia
dibedakan menjadi dua bentuk utama, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Yang mana kedua lembaga keuangan tersebut
memiliki kebijakan untuk menghimpun dana.
Lembaga keuangan bank menyediakan jasa sebagai perantara
pemilik modal dan pasar utang yang bertanggung jawab atas penyaluran dana yang
diinvestasikan ke perusahaan yang membutuhkan dana. Lembaga keuangan non-bank
hanya memiliki usaha kegiatannya terbatas kepada anggota dan tidak kepada
masyarakat umum, yang lebih memfokuskan pada bidang penyaluran yang mempunyai
ciri-ciri usahanya sendiri.
Untuk penjelasan lebih lengkapnya dapat dilihat dalam
makalah berikut ini.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank?
2. Apa
perbedaan dan persamaan Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank?
3. Apa
peranan Lembaga Keuangan Non Bank dalam mengembangkan perekonomian?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya
terutama berbentuk asset keuangan (financial asset) atau tagihan (claims)
seperti saham dan obligasi. Lembaga
keuangan terdiri dari beraneka ragam lembaga yang bergerak disektor financial.
Menurut Surat keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 792 Tahun 1990, lembaga keuangan diberikan batasan sebagai semua
badan yang kegiatannya bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan
menyalurkannya kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.[1]
Lembaga keuangan sangat diperlukan dalam perekonomian
modern sebagai mediator antara kelompok masyarakat yang kelebihan dana dan
kelompok masyarakat yang memerlukan dana.[2]
Pada dasarnya
di Indonesia, lembaga keuangan dibagi menjadi 2 bagian, yakni sebagai berikut :
1. Lembaga
Keuangan Bank
Lembaga keuangan Bank menghimpun dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Usaha bank lainnya memberikan pinjaman dengan kegiatan menghimpun dana.[3]
Secara umum dapat dikatakan, bahwa Bank sebagai lembaga
keuangan menjadi pihak perantara bagi sektor rumah tangga dan sektor industri,
khususnya di dalam menyerap dana dari sektor rumah tangga dalam bentuk tabungan
dan menyalurkannya kepada sektor industri sebagai kredit investasi. Menurut UU
Nomor 10 Tahun 1998 yang disahkan tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan,
yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.[4]
Menurut penulis, dari pengertian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa bank merupakan perusahaan atau suatu lembaga yang bergerak
dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan
keuangan. bank memiliki kebijakan untuk menghimpun dan menyalurkan dana dari
dan untuk masyarakat umum.
Lembaga keuangan Bank terdiri dari :
a. Bank
Sentral
Bank
umum cendrung untuk berusaha menginvestasikan asetnya dengan tujuan untuk
memaksimumkan profit. Disisi lain, bank sentral sebagai bank milik pemerintah
adalah lembaga keuangan yang tidak bertujuan untuk memaksimumkan profit,
melainkan untuk mencapai tujuan tertentu seperti mencegah kegagalan yang
dialami perbankan maupun bukan bank, kestabilan tingkat harga, kesempatan kerja
dan akhirnya pada pertumbuhan ekonomi.
b. Bank Umum
Bank
Umum adalah suatu badan usaha yang kegiatan utamanya menerima simpanan dari
masyarakat dan atau pihak lainnya, kemudian mengalokasikannya kembali untuk
memperoleh keuntungan serta menyediakan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.
c. Bank Perkreditan Rakyat
BPR
adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan
menyalurkan dana sebagai usahanya.
2.
Lembaga Keuangan
Non-Bank
Lembaga keuangan non-bank adalah semua badan yang
melakukan kegiatan di bidang keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung
menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan
menyalurkan dalam masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan untuk
mendapatkan kemakmuran dan keadilan masyarakat.[5]
Lembaga keuangan non-bank merupakan lembaga keuangan yang
terfokus kepada bidang penyaluran dana dan masing-masing lembaga keuangan
mempunyai ciri-ciri usahanya sendiri.[6]
Lembaga keuangan non-bank terdiri dari :
a.
Asuransi
Usaha
pengasuransian merupakan salah satu bentuk keuangan bukan bank yang menjanjikan
perlindungan kepada pihak tertanggung (pihak yang mengansuransian sesuatu)
karena apabila terjadi sesuatu dengan yang diasuransikan tersebut di masa
mendatang, pihak tertanggung akan memperoleh uang untuk mengganti (mengurangi)
kerugian yang terjadi.
b.
Pegadaian
Pegadaian
adalah suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit kepada
masyarakat dengan corak khusus, yaitu secara hukum gadai.
c.
Leasing (sewa guna
usaha)
Keputusan
bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan No.
Kep. 1221 MK/TV/74, No. 32/M/SK/2174 tertanggal 7 Januari 1974. Menyebutkan
bahwa leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk
suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala disertai
dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal
yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai
sisa yang telah disepakati bersama.[7]
B. Persamaan
dan Perbedaan Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Mengingat kegiatan utama dari lembaga keuangan
adalah menghimpun dan menyalurkan dana, maka perbedaan antara bank dan lembaga
keuangan bukan bank dapat dilihat melalui kegiatan utamanya.
Perbedaan lembaga keuangan bank dan non bank dapat
dilihat dari table berikut :
Kegiatan
|
Lembaga Keuangan
|
|
Bank
|
Bukan Bank
|
|
Penghimpunan
Dana
|
Secara langsung berupa simpanan dana
masyarakat (tabungan, giro, deposito)
|
Hanya secara tidak langsung dari
masyarakat (terutama melalui kertas berharga; dan bisa juga melalui
penyertaan, pinjaman/kredit dari lembaga lain)
|
|
Secara tidak langsung dari masyarakat
(kertas berharga; penyertaan; pinjaman/kredit dari lembaga lain)
|
|
Penyaluran
Dana
|
Untuk tujuan modal kerja, investasi,
konsumsi
|
Terutama untuk tujuan investasi
|
Kepada badan usaha dan individu
|
Terutama kepada badan usaha
|
|
Untuk jangka pendek, menengah, dan
panjang
|
Terutama untuk jangka menengah dan
panjang
|
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 792 Tahun 1990, lembaga keuangan diberikan batasan sebagai semua
badan yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan
menyalurkan dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi
perusahaan.
Perbedaan yang utama antara kedua lembaga keuangan
tersebut adalah pada penghimpunan dana. Dalam hal penghimpunan dana, secara
tegas disebutkan bahwa bank dapat menghimpun dana baik secara langsung maupun
tidak langsung dari masyarakat, sedangkan lembaga keuangan bukan bank hanya
dapat menghimpun dana secara tidak langsung.
Berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas UU No. 7/1992 tentang perbankan, lembaga keuangan bank terdiri
dari bank terdiri dari Bank Umum dan BPR. Bank Umum dan BPR dapat memilih untuk
melaksanakan kegiatan usahanya atas dasar prinsip bank konvensional atau bank
berdasarkan prinsip syariah. Sedangkan lembaga keuangan bukan bank dapat berupa
lembaga pembiayaan (perusahaan sewa guna usaha, perusahaan modal ventura,
perusahaan jasa anjak piutang, perusahaan pembiayaan konsumen, perusahaan kartu
kredit, perusahaan perdagangan surat berharga), usaha asuransi, dana pension,
pegadaian, pasar modal, dan lain-lain.[8]
C. Peranan
Lembaga Keuangan Non Bank dalam mengembangkan Perekonomian
Untuk mewujudkan sistem keuangan yang adil dan efisien,
maka setiap tipe dan lapisan masyarakat harus terwadahi keinginannya dalam
berinvestasi dan berusaha, sesuai dengan kemampuan dan keinginan mereka.
Perbankan, baik itu konvensional ataupun syariah hanya memberikan fasilitas
kepada masyarakat yang memiliki modal relatif kecil dan risk averter.
Dengan demikian, Lembaga
keuangan non bank banyak berperan dalam mengembangkan perekonomian masyarakat
yang tidak terfasilitasi oleh jasa perbankan, yakni sebagai berikut :
1. Masyarakat
yang secara legal dan administrative tidak memenuhi criteria perbankan. Prinsip
kehati-hatian yang diterapkan oleh bank menyebabkan sebagian masyarakat tidak
mampu terlayani. Mereka yang bermodal kecil akan menghindari risiko tersebut
karena jumlahnya yang cukup signifikan dalam Negara-negara muslim seperti
Indonesia yang sebenarnya secara agregat
memegang dana yang cukup besar.
2. Masyarakat
yang bermodal kecil, namun memiliki keberanian dalam mengambil risiko usaha (more risk averse).
Biasanya kelompok masyarakat ini akan memilih reksadana atau mutual fund langsung sebagai jalan
investasinya.
3. Masyarakat
yang memiliki modal besar dan keberanian dalam mengambil risiko usaha (more risk averse). Biasanya kelompok
masyarakat akan memilih pasar modal atau investasi langsung sebagai media
investasinya.
4. Masyarakat
yang menginginkan jasa keuangan non-investasi, misalnya pertanggungan terhadap
resio kekurangan likuiditas dalam kasus darurat, kebutuhan dan konsumtif jangka
pendek, tabungan untuk hari tua, dan
sebagainya.
Sebagai alternatifnya, kelompok masyarakat tersebut akan menggunakan jasa
asuransi, pegadaian dan dana pensiun sebagai pilihan investasi.[9]
Pada prinsipnya, dalam sistem keuangan Islam,
lembaga-lembaga keuangan non-bank yang diperlukan memiliki peran yang hampir
sama. Perbedaannya terletak pada prinsip dan operasionalnya. Dengan penghapusan
prinsip bunga, baik dalam mekanisme investasi langsung ataupun tak langsung dan
pasar uang antar bank, praktek sistem bebas bunga (bagi hasil) akan lebih mudah
untuk diterapkan secara integral. Oleh karena itu, untuk mewadahi kepentingan
masyarakat yang belum tersalurkan oleh jasa perbankan Islam, maka telah
dibentuk beberapa institusi keuangan non-bank dengan prinsip yang dibenarkan
oleh syariah Islam, yaitu :
1. Baitul Maal wat Tamwil dan Koperasi Pondok Pesantren
2. Asuransi Syariah (Takaful)
3. Reksadana Syariah
4. Pasar Modal Syariah
5. Pegadaian Syariah (Rahn)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
lembaga keuangan itu merupakan badan usaha yang kekayaannya terutama berbentuk
aset keuangan (financial asset) atau
tagihan (claims), seperti saham dan
obligasi karena fungsi utama dari lembaga keuangan tersebut adalah sebagai
suatu sistem keuangan dalam ekonomi yang melayani pemakai jasa keuangan, yang
mana kegiatannya adalah menghimpun serta menyalurkan dana dari masyarakat.
Lembaga keuangan tersebut terbagi kedalam dua kelompok
utama, yakni Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank. Kedua lembaga
keuangan tersebut memiliki kegiatan yang sama, yakni menghimpun dan menyalurkan
dana. Perbedaannya terletak pada kegiatan menghimpun dana, kalau lembaga
keuangan bank menghimpun dana secara langsung dan tidak langsung dari
masyarakat umum, sedangkan lembaga keuangan non-bank hanya menghimpun dana
dengan cara tidak langsung dari masyarakat.
Peranan lembaga keuangan non-bank dalam mengembangkan
perekonomian, sebagai berikut:
1.
Masyarakat yang
secara legal dan administrative tidak memenuhi kriteria perbankan.
2.
Masyarakat yang
bermodal kecil, namun memiliki keberanian dalam mengambil risiko usaha (more risk averse).
3.
Masyarakat yang
memiliki modal besar dan keberanian dalam mengambil risiko usaha (more risk averse).
4.
Masyarakat yang
menginginkan jasa keuangan non-investasi, misalnya petanggungan terhadap risiko
kekurangan likuiditas dalam kasus darurat, kebutuhan dana konsumtif jangka
pendek, tabungan untuk hari tua, dan sebagainya.
B. Saran
Penulis menyarankan, sebaiknya pada saat sekarang ini,
lembaga keuangan lebih meningkatkan lagi kinerjanya dalam mengembangkan
perekonomian masyarakat karena perekonomian masyarakat saat ini sangat menurun,
khususnya di Indonesia.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan tanggapan atau
kritik serta saran dari para pembaca untuk perbaikan makalah ini di masa yang
akan datang.
[1] Rivai,Veithzal,dkk, Bank and Financial Institution Management
Conventional & Sharia System, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,20007).hlm.15
[2] Sumar’in. Konsep Kelembagaan Bank Syariah. (Yogyakarta:Graha
Ilmu,2012). Hal 33
[3] Soemitra,Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010).hlm.30
[4] Jurnal Jamal Wiwoho, Peran LKB dan LKBB, (Jamal Wiwoho,2011,Hukum Perbankan Indonesia, Surakarta:UNS
Press).hlm.52
[5] Ibid,...hlm.127
[9] Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Deskripsi
dan Illustrasi). (Yogyakarta:Ekonisia,2003). Hal 7-8
[10] Sudarsono,Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (
Deskripsi dan Ilustrasi), (Yogyakarta:Ekonisia,2003).hlm.7-8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar