Senin, 18 Desember 2017

MAKALAH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)



MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK

TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

O
L
E
H

HIZRA ISFIO RITA
( 1630401083 )
http://hizraiainbatusangkar.blogspot.co.id/

DOSEN PEMBIMBING :
1.      Dr. H. Syukri Iska, M. Ag.
2.      Ifelda Nengsih, SEI., MA.




JURUSAN PERBANKAN SYARIAH 3B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Latar belakang pembentukan OJK dikarenakan perlunya suatu lembaga pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawas yang mempunyai otoritas terhadap seluruh lembaga keuangan, dimana lembaga pengawas tersebut bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank maupun lembaga keuangan non bank, sehingga tidak ada lagi lempar tanggung jawab terhadap pengawasannya.
Untuk melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain, kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.
Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan. LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. OJK, Bank Indonesia, dan LPS wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu OJK dan LPS?
2.      Jelaskan apa saja tugas dan wewenang OJK?
3.      Jelaskan bagaimana mekanisme kerja OJK dan LPS?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian OJK dan LPS
1.      Pengertian OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
OJK merupakan salah satu fungsi dari manajemen yakni melakukan pengawasan selain dari perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan. Pengawasan tersebut harus dilakukan oleh setiap perusahaan agar manajemen perusahaan tersebut berjalan dengan benar. Pengawasan dilakukan terhadap sumber daya manusia (SDM), sistem yang dijalankan, proses, output, serta sarana dan prasarananya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK.[1]
2.      Pengertian LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah Lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah, LPS sangat berkepentingan terhadap tingkat kesehatan bank baik secara individual maupun secara agregat. Untuk menjaga tingkat kesehatan bank secara individual (micro prudential) maupun secara agregat (macro prudential) diperlukan pengawasan perbankan yang efektif. Keberadaan LPS dalam sistem perbankan di Indonesia ditegaskan di dalam Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS).[2]
LPS bertanggung jawab kepada presiden dan dalam kegiatannya merupakan lembaga independen, transparan, dan akun tabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Independensi LPS mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, LPS tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun termasuk pemerintah kecuali atas hal-hal yang dinyatakan secara jelas dalam di dalam undang-undang LPS.[3]
B.     Visi dan Misi OJK
1.      Visi
Menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
2.      Misi
a.       Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b.      Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
c.       Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.[4]

C.    Tugas dan Wewenang OJK
Tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebagai berikut:
1.      TUGAS
a.       Tugas Pengaturan
1)      Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang OJK
2)      Peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan
3)      Peraturan dan keputusan OJK
4)      Peraturan mengenai pengawasan disektor jasa keuangan
5)      Kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
6)      Peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu
7)      Peraturan mengenai tata cara pengelola statuler
8)      Struktur organisasi dan infrastruktur
9)      Serta peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi.
b.      Tugas Pengawasan
1)      Menetapkan kebijakan operasional pengawasan
2)      Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan, konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku dan atau penunjang jasa keuangan
3)      Penunjukan dan pengelolaan penggunaan statuler
4)      Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan atau pihak lain
5)      Menetapkan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada lembaga jasa keuangan.[5]
Sebagaimana yang ditetapkan dalam UU No 21 tahun 2011 pasal 6 bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a.       Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b.      Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c.       Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
2.      WEWENANG
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan disektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang sebagai berikut:
a.       Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1)      Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2)      Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b.      Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1)      Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
2)      Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3)      Sistem informasi debitur;
4)      Pengujian kredit (credit testing); dan
5)      Standar akuntansi bank;
c.       Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
1)      Manajemen risiko;
2)      Tata kelola bank;
3)      Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4)      Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d.      Pemeriksaan bank.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang, sebagai berikut:
a.       Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b.      Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c.       Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d.      Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e.       Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f.       Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
g.      Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
h.      Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
i.        Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a.       Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b.      Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
c.       Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d.      Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
e.       Melakukan penunjukan pengelola statuter;
f.       Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g.      Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
h.      Memberikan dan/atau mencabut:
1)      Izin usaha;
2)      Izin orang perseorangan;
3)      Efektifnya pernyataan pendaftaran;
4)      Surat tanda terdaftar;
5)      Persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6)      Pengesahan;
7)      Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8)      Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.[6]

D.    Nilai-Nilai Strategis OJK
1.      Integritas adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
2.      Profesionalisme adalah bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kompetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
3.      Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
4.      Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
5.      Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat kedepan (Forward Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thingking).
E.     Tujuan OJK
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan :
1.      Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel;
2.      Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
3.      Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.[7]

F.     Fungsi OJK
Sebagaimana yang ditetapkan dalam UU No. 21 Tahun 2011 pasal 5 bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.[8]

G.    Mekanisme Kerja OJK dan LPS
1.      MEKANISME KERJA OJK
OJK harus senantiasa melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
a.       Memberikan informasi keuangan kepada BI dan LPS sesuai tugas dan wewenang masing-masing, agar penyelenggaraan fungsinya berjalan aktif dan baik. Informasi harus lengkap dan up to date yang diperoleh melalui akses langsung ke pusat informasi yang dipelihara OJK.
b.      OJK wajib bertukar informasi dengan BI dalam menyelenggarakan financial stability analisys.
c.       OJK selaku otoritas pengatur tingkat kesehatan bank, wajib memelihara kerjasama yang baik dengan BI.
d.      Secara berkala, OJK menyampaikan laporan ke Menteri Keuangan tentang efisiensi dan kesehatan dari individual bank.
e.       Untuk mengantisipasi terjadinya suatu gangguan serius terhadap perekonomian nasional yang diakibatkan oleh bank tertentu, disusun suatu mekanisme yang menciptakan kerjasama antara OJK, BI, LPS, dan Departement Keuangan.[9]

2.      MEKANISME KERJA LPS
Berdasarkan pasal 4 UU No. 24 Tahun 2004, penjamin simpanan nasabah meliputi penjaminan bentuk yang setara dengan simpanan bagi bank yang menggunakan prinsip syariah.
LPS berfungsi menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan bersama dengan Menteri Keuangan, BI dan Lembaga Pengawas Perbankan sesuai dengan peran dan tugas masing-masing.
Sejak tanggal 22 Maret 2006, penjaminan oleh LPS meliputi simpanan paling banyak Rp 5 Miliar per nasabah per bank. Nilai simpanan yang dijamin tersebut akan dikurangi secara bertahap menjadi paling banyak Rp 1 Miliar sejak 22 September 2006 dan paling banyak Rp 100 juta sejak 22 Maret 2007.
Nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha bank. Untuk simpanan yang memiliki komponen bagi hasil, saldo tersebut meliputi pokok yang ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah sampai tanggal pencabutan izin usaha BUS, BPRS atau BUK yang menjadi induk UUS.
Pada dasarnya, LPS bukanlah asuransi. Program yang dilaksanakan LPS dikenal dengan Deposit Insurance yang pertama kali digunakan di Amerika Serikat tahun 1933 pada saat mendirikan Federal Deposit Insurance Coorporation (FDIC). Deposit Insurance atau jaminan simpanan adalah jaminan yang diberikan kepada nasabah penyimpan pada bank oleh penyelenggara penjaminan.[10]


DAFTAR PUSTAKA
Booklet Perbankan Indonesia 2014,EDISI 1, ISSN : 1858 – 4233
Dewi,Gemala, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2000)
Pasal 2 ayat (3) Undang –Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang LPS.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Wiwin Sri Haryani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.9 No.3 Oktober 2012 (Diakses pada 16/12/2017)


   
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan perbankan dibentuk sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah Lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah, LPS sangat berkepentingan terhadap tingkat kesehatan bank baik secara individual maupun secara agregat.


[1] Wiwin Sri Haryani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.9 No.3 Oktober 2012. hlm. 45-46. (Diakses pada 16/12/2017)
[2] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2000), hlm.324
[3] Pasal 2 ayat (3) Undang –Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang LPS.
[4] Booklet Perbankan Indonesia 2014,EDISI 1, ISSN : 1858 – 4233,hlm.3
[5] Kasmir, Op.cit, hlm.324
[6] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
[7] Booklet Perbankan Indonesia 2014,EDISI 1, ISSN : 1858 – 4233,hlm.3-4
[8] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
[9] Dewi,Gemala, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, hlm.133
[10] Sutedi,Adrian, Perbankan Syariah Tinjauan dari Beberapa Segi Hukum,hlm.159-161

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

MAKALAH MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK TENTANG OTORITAS JASA K...