Senin, 30 Oktober 2017

MAKALAH LEASING




MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
TENTANG
LEASING
O
L
E
H
HIZRA ISFIO RITA
( 1630401083 )
http://hizraiainbatusangkar.blogspot.co.id/

DOSEN PEMBIMBING :
1.      Dr. H. Syukri Iska, M. Ag.
2.      Ifelda Nengsih, SEI., MA.



JURUSAN PERBANKAN SYARIAH 3B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di Indonesia, usaha leasing mulai diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974, dan pada awal kemunculannya belum menunjukkan perkembangan yang berarti, disaat Indonesia sedang giat-giatnya membangun tertutama di sektor pertanian. Kemunculan kelembagaan ini merupakan suatu alternatif yang cukup menarik bagi para pengusaha karena ketika itu sulit didapati dana rupiah untuk membiayai pembelian barang modal dengan jangka pengembalian antara tiga hingga lima tahun atau bahkan lebih.
Tujuan pembangunan di Indonesia adalah mencapai masyarakat adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan dana yang cukup besar jumlahnya. Pembiayaan pembangunan di Indonesia sampai saat ini sebagian besar dibiayai oleh sumber perbankan. Namun, karena jumlah dana yang dibutuhkan sedemikian besar, maka dari itu Departemen Keuangan berusaha keras untuk mencari sumber-sumber dana pembiayaan baru. Untuk itulah diizinkan berdirinya suatu usaha leasing yang diharapkan dapat membantu kebutuhan modal, baik dari dalam maupun luar negeri dalam jumlah yang besar.
B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Leasing
2.      Bagaimana mekanisme Operasional Perusahaan Leasing : Produk dan mekanisme perlaksanaan Leasing?
3.      Bagaimana perkembangan perusahaan leasing dari tinjauan syariah terhadap leasing di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Leasing berasal dari kata Lease yang berarti sewa atau umumnya diartikan sewa menyewa, yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal yang digunakan untuk proses produksi oleh perusahaan.
Dilihat dari sisi ekonomi, leasing dapat pula dikatakan sebagai salah satu cara untuk menghimpun dana dan menginvestasikannya kembali dalam sektor-sektor ekonomi tertentu yang dianggap produktif.[1]
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan; sewa guna usaha adalah  kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (lesee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Kegiatan leasing dikhususkan untuk membiayai barang-barang modal yang dibutuhkan untuk menyewa guna usaha, baik berbentuk perusahaan (badan hukum) atau perorangan. Dibandingkan dengan sumber pembiayaan lain.[2]
Sewa guna usaha (leasing) syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk barang modalnbaik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lesse) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai prinsip syariah.[3]
Pengertian leasing secara umum adalah perjanjian antara lessor (perusahaan) dengan lesse (nasabah) dimana pihak lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.[4]
B.     Mekanisme Operasional Perusahaan Leasing : Produk dan mekanisme perlaksanaan Leasing
1.      Produk (Jenis-Jenis Pembiayaan Leasing)
a.       Operating Lease
Operating ini dapat dikatakan sebagai leasing untuk operasi. Pada operating lease ini lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besanya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan lessor dan akan menanggung semua biaya pemeliharaan, biaya asuransi dan biaya-biaya lain yang berhubungan dengan kepemilikan dengan tinta itu.[5]
b.      Financial Lease
Menanggung biaya perawatan, perjanjian kontrak leasing tidak dapat dibatalkan, dan dingsur secara penuh. Dengan demikian lessor menerima pembayarann sebesar harga perolehan aktiva ditambah keuntungan yang disyaratkan. Pada umumnya lesse juga harus membayar pajak dan asuransi aktiva yang menjadi objek leasing tersebut.[6]
Financial ini artinya adalah untuk mentransfer sebagian besar risiko dan keuntungan kepada lessee atau penyewa. Berikut adalah beberapa bentuk dari financila ini, sebagai berikut:
1)      Direct Financial Lease, terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan objek lease.
2)      Hire purchase atau penyewaan modal adalah suatu penyewaan yang digolongkan sebagai suatu penyewaan modal apabila memenuhi salah satu dari kriteria berikut:
a)      Penyewaan ini mengalihkan pemilikan kepada penyewa pada akhir jangka waktu penyewaa.
b)      Penyewaan ini memberikan kesempatan untuk membeli dengan harga yang rendah sehabis masa sewa.
c)      Jangka waktu penyewaan sama dengan 75% atau lebih dari perkiraan kegunaan ekonomis dari perlengkapan.
d)     Nilai sekarang dari pembayaraan sewa dari nilai pasar yang wajar dari hal milik yang disewakan dikurangi kewajiban pajak yang bersangkutan, yang ditahan oleh pihak yang menyewajan.
c.       Sale and lease back, sebagai suatu transaksi yang menyangkut penjualan hak milik oleh pemillik dan penyewaan kembali hak milik itu kepada penjual (penjualan harga kembali), merupakan salah satu cara bagi perusahaan yang dalam menjalankan operasionalnya mengalami kesulitan keuangan terutana pada penyediaan modal kerja.
d.      Syndicated lease, digunakan untuk suatu obyek leasing yang pembiayaannya dilakukan oleh lebih dari satu lessor.
e.       Vendor program/vendor lease, dimana praktiknya lessor membayar kepada vendor sesuai dengan harga barang yang telah dipilih oleh lessee, dan demikian pula dalam hal pembayaran sewa ataupun angguran lessee dapat langsung membayar pada lessor atau melalui perantaraan vendor.[7]
2.      Mekanisme pelaksanaan Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing, terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan, yaitu sebagai berikut :
a.       Lessee bebas memilih harga dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
b.      Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.
c.       Lessor mengevaluasi kekayaan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujuan lessee (lama kontak pembayaran sewa lease), setelah itu kontrak lease dapat ditandatangani.
d.      Pada saat yang sama, lease dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang yang disetujui lessor, sebagaimana yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama.
e.       Kontrak pemilihan barang modal akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan.
f.       Supplier dapat mengirimkan barang modal yanng dilease ke lokasi lessee untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjial purna jual.
g.      Lessee menandatangani tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.
h.      Lessor membayar harga modal yang dilease kepada supplier.
i.        Leasee membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.[8]
C.    Perkembangan perusahaan leasing dari tinjauan syariah terhadap leasing di Indonesia
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.
Usaha leasing syariah dilakukan berdasarkan akad ijarah dan akad a-ijarah al-muntahiyah bi al-Tamlik. Akad ijarahadalah akad penyaluran dana untuk pemindahanhak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa ( mu’ajjir) dengan penyewa ( musta,jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.Landasan syariah akad ini adalah Fatwa DSN-MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentangpembiayaan ijarah. Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa ( mu’ajjir ) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebutkepada penyewa setelah selesai masa sewa. Landasan syariah akad.[9]
Di Indonesia, kehadiran industri pembiayaan (multi finance), khususnya leasing baru dikenal sejak tahun 1974. Kelahirannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Perindustrian dan menteri Perdagangan No. 122/MK/IV/2/74, No. 32/M/SK/2/74, No. 30/ Kpb/I/74 tentang perizinan usaha leasing. Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT. Pembangunan Armada Niaga Nasional. Kemudian melalui Keputusan Presiden No. 61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK. Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1998, pemerintah membuka luas lagi bagi bisnis pembiayaan sehingga perusahaan leasing semakin bertambah jumlahnya yang ditandai dengan bertambahnya volume bertransaksinya. Disamping itu, hadirnya perusahaan asing dalam bentuk usaha patungan dengan perusahaan-perusahaan nasional atau dengan pemodal individu telah semakin mempopulerkan kegiatan bisnis leasing sebagai sumber pembiayaan di samping cara-cara pembiayaan konvensional yang umum dikenal melalui perbankan. Kehadiran industri pembiayaan (multi finance) di Indonesia sesungguhnya belumlah terlalu lama, terutama bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Dari beberapa sumber, diketahui industri ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Kelahirannya didasarkan pada surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri sebagaimana yang penulis sebutkan di atas tadi. Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus merangkak. Jika sebelumnya hanya terfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan multi finance semakin dikenal pelaku usaha nasional.[10]





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara umum, leasing dapat dikatakan sebagai perjanjian antara lessor (perusahaan) dengan lesse (nasabah) dimana pihak lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu. Jenis-jenis pembiayaan leasing itu terdiri dari operating lease dan financial lease.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.
Usaha leasing syariah dilakukan berdasarkan akad ijarah dan akad a-ijarah al-muntahiyah bi al-Tamlik.
Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus merangkak. Jika sebelumnya hanya terfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan multi finance semakin dikenal pelaku usaha nasional.



DAFTAR PUSTAKA
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya, (Jakarta:Rajawali Press,2014)
Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta:Ekonisia,2002)
Veithzal Rivai, dkk, Bank dan Vinacial Institution Management, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2007)
Wijaya,Faried, Perkreditan, Bank, Lembaga-lembaga Keuangan, (Yogyakarta:BPFE,1991)
file:///C:/Users/USER/Downloads/231-655-1-PB(1).pdf, (28Oktober2017:19.00)



[1] Veithzal Rivai, dkk, Bank dan Vinacial Institution Management, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.1209
[2] Wijaya,Faried, Perkreditan, Bank, Lembaga-lembaga Keuangan, (Yogyakarta:BPFE,1991).hlm.179
[3] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,  (Jakarta;Kencana,2010), Cetakan kedua, hlm 394.
[4] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya, (Jakarta:Rajawali Press,2014),hlm.240
[5] Veithzal Rivai, dkk, Op.cit, hlm.1220
[6] Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta:Ekonisia,2002),hlm.118-119
[7] Veithzal Rivai, dkk, Op.cit, hlm.1223-1228
[8] Veithzal Rivai, dkk, Op.cit, hlm.1215
[9] file:///C:/Users/USER/Downloads/231-655-1-PB(1).pdf, (28Oktober2017:19.00)
[10] Epistemé, Vol. 8, No. 1, Juni 2013, hlm.182, (file:///C:/Users/USER/Downloads/43-79-1-SM.pdf, 28Oktober2017:19.00)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

MAKALAH MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK TENTANG OTORITAS JASA K...