MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
TENTANG
DPS,
DSN & DK DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
O
L
E
H
HIZRA ISFIO RITA
(
1630401083
)
http://hizraiainbatusangkar.blogspot.co.id/
DOSEN PEMBIMBING :
1. Dr.
H. Syukri Iska, M. Ag.
2. Ifelda
Nengsih, SEI., MA.
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH 3B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Lembaga keuangan syariah semakin berkembang dengan pesat,
mulai dari bentuk perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah,
reksadana syariah, pegadaian syariah, multi finance syariah, leasing syariah,
lembaga dana pensiun syariah, lembaga penjaminan syariah, koperasi syariah,
Baitul Mal wat Tamwil (BMT), bahkan sejumlah perusahaan sektor riil syariah,
seperti hotel, supermarket, MLM Syariah, franchising syariah dan lain-lain.Tak
lain pioneer utamanya adalah BMI, (Bank Muamalat Indonesia) yang ketika itu
disokong oleh Majelis Ulama Indonesia. Keberhasilan ini tak lain, berkat
kerjasama para stakeholders yang ada. Esensi terpenting dari menjamurnya
lembaga keuangan syariah
adalah menjamin agar lembaga
tersebut sesuai dengan prinsip syariah, tidak sekedar atribut, tetapi
benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Dalam menjalankan operasinya, lembaga keuangan syariah harus
memiliki kesesuaian dengan prinsip syariah. Sebuah lembaga independen sangat
dibutuhkan untuk menganalisis kesesuaian lembaga keuangan syariah terhadap
prinsip-prinsip syariah. Di indonesia, Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan
lembaga independen yang diberikan amanah oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)
untuk mengawasi kesesuaian operasional dan praktik lembaga keuangan syariah
terhadap kepatuhan syariah.
Pembentukan
DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi
isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Berbagai
masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas bersama agar
diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh masing-masing Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah
Untuk memenuhi tuntutan kinerja Bank Islam yang Efektif,
Efesien, Berintegritas Tinggi, dan melakukan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip kehati – hatian diharapkan manajemen bank Islam memiliki kewenangan dan
diberi fungsi yang tegas dan pasti, agar dapat menjamin terselenggaranya
kinerja perbankan Islam yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, Transparan dan
memberikan pendidikan kepada masyarakat, menjaga kehati – hatian dan kejujuran
dan profesional.
Untuk menunjang kinerja tersebut, maka bank memiliki
struktur organisasi internal yakni Dewan Komisaris dan Direksi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu DPS, DSN, dan DK?
2. Jelaskan
apa saja tugas dan wewenang DPS, DSN, dan DK?
3.
Jelaskan bagaimana hubungan DPS, DSN,
dan DK?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
DPS, DSN, dan DK
1.
DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS)
Dewan Pengawas
Syariah (DPS) adalah dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank
Islam, sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip Muamalah dalam Islam.[1]
Menurut Adrian Sutedi dalam bukunya yang berjudul “Pasar Modal Syariah”, Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan
yang ditunjuk oleh DSN yang ditempatkan di lembaga keuangan atau bisnis syariah
yang bertugas mengawasi kegiatan usaha perusahaan agar sesuai dengan prinsip
syariah.[2]
Dewan Pengawas
Syariah merupakan dewan pakar ekonomi dan ulama yang menguasai bidang fiqh
Muamalah (Islamic Commercial Jurisprudence) yang berdiri sendiri dan
bertugas mengamati dan mengawasi operasional lembaga keuangan syariah dan
produk-produknya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam, yaitu
dengan mengawasi secara teliti bagaimana bentuk-bentuk perikatan atau akad yang
dilaksankan oleh lembaga keuangan syariah.[3]
2.
DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN)
Pada awal tahun
1999, Dewan Pengawas Syariah (DSN) secara resmi didirikan sebagai lembaga
syariah yang bertugas mengayomi dan mengawasi operasional aktivitas
perekonomian lembaga keuangan syariah. Selain itu, juga untuk menampung
berbagai masalah yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganan
oleh masing-masing Dewan Pengawas Syariah yang ada di masing-masing Lembaga
Keuangan Syariah (LKS).
DSN sebagai
sebuah lembaga yang dibentuk oleh MUI secara struktural berada di bawah MUI.
Menurut pasar 1 angka 9 PBI NO.6/24/PBI/2004, disebutkan bahwa : “DSN adalah
dewan yang dibentuk MUI yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan
kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank dengan prinsip
syariah”.[4]
3. DEWAN
KOMISARIS (DK)
Komisaris merupakan organ perseroan yang memegang
fungsi pengawasan. Dewan Komisaris (DK) adalah sebuah dewan yang bertugas untuk
melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur PT (Perseroan
Terbatas). Di Indonesia sendiri, Dewan Komisaris ditunjuk melalui Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dan di dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT dijabarkan
fungsi, wewenang, dan tanggung jawab dari Dewan Komisaris. Dewan Komisaris ini
merupakan hal yang perlu ada dalam kelengkapan organisasi perusahaan atau bank.
Dewan Komisaris ini mempunyai tanggung jawab moral
terhadap berjalannya bank tersebut. Kewajiban adanya DK pada bank juga diatur
dalam ketentuan UU No. 1 Tahun 1995, Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka
waktu tertentu dengan kemungkinan akan diangkat kembali.[5]
B.
Tugas
dan Wewenang DPS, DSN, dan DK
1.
TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PENGAWAS
SYARIAH (DPS)
Tugas dewan pengawas syariah pastilah sangat berat, karena
memang tidak mudah menjadi lembaga
yang harus mengawasi dan bersifat menjamin operasi sebuah entitas
bisnis dalam kontek yang amat luas dan kompleks yang secara umum memasuki
ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan muamalah dimana ruang
interprestasinya sangat lah luas. Dewan pengawas syariah bertugas mengawasi
operasional bank
dan produk-produknya agar tidak menyimpang dari garis syariah.[6]
Mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS tersebut
menurut ketentuan pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 peraturan bank indonesia adalah
sebagai berikut:
a. Memastikan dan mengawasi kesesuaian
kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN .
b. Menilai aspek syariah terhadap
pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank.
c. Memberikan opini dari aspek syariah
terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dan laporan publikasi
bank.
d. Menyampaikan laporan hasil
pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kedepan direksi,
komasaris, Dewan syariah nasional dan bank indonesia.[7]
2. TUGAS
DAN WEWENANG DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN)
Berikut adalah tugas dan wewenang Dewan Pengawas
Syariah (DSN) :
a. TUGAS
1) Menumbuhkembangkan
penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan
sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksadana.
2) Mengeluarkan
fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
b. WEWENANG
1) Mengeluarkan
fatwa yang mengikat DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi
dasar tindakan hukum pihak terkait.
2) Mengeluarkan
fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan atau peraturan yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (BI)
3) Memberikan
rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS
pada suatu lembaga keuangan syariah.
4) Mengundang
para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan
ekonomi syariah termasuk otoritas moneter atau lembaga keuangan dalam dan luar
negeri.
5) Memberikan
peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari
fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
6) Mengusulkan
kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan
tidak diindahkan.[8]
3. TUGAS
DAN WEWENANG DEWAN KOMISARIS (DK)
Dewan
Komisaris berkewajiban mengawasi kebijakan kepengurusan yang ditetapkan oleh
Direksi serta mengawasi dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam melakukan
kepengurusan sesuai dengan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undanan yang
berlaku serta dengan memperhatikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
a. TUGAS
Tugas-tugas
Dewan Komisaris meliputi, antara lain:
1) Memberikan tanggapan dan rekomendasi
atas rencana kerja tahunan Perseroan yang diajukan Direksi;
2) Melakukan pengawasan atas
pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam kegiatan-kegiatan
usaha Perseroan;
3) Melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada Direksi mengenai risiko bisnis Perseroan dan upaya-upaya
manajemen dalam menerapkan pengendalian internal;
4) Melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada Direksi dalam penyusunan dan pengungkapan laporan keuangan
berkala;
5) Mempertimbangkan keputusan Direksi
yang memerlukan persetujuan Dewan Komisaris berdasarkan Anggaran Dasar;
6) Memberikan laporan mengenai
pelaksanaan tugas pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukannya dalam
laporan tahunan serta menelaah dan menyetujui laporan tahunan tersebut;
7) Melaksanakan fungsi nominasi dan
remunerasi;
8)
Dalam
keadaan tertentu, menyelenggarakan RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa sesuai
dengan Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundangan yang terkait.
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris tidak boleh
ikut serta dalam pengambilan keputusan yang bersifat operasional. Keputusan
Dewan Komisaris diambil dalam kapasitasnya sebagai pengawas, sehingga keputusan
mengenai kegiatan operasional tetap menjadi tanggung jawab Direksi.
Dewan Komisaris menjalankan tugas pengawasannya dengan
itikad baik, penuh tanggung jawab dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan
dan dengan memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingan Perseroan.
b.
WEWENANG
Dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat
kepada Direksi, Dewan Komisaris berwenang untuk melakukan, antara lain hal-hal
sebagai berikut:
1) Memeriksa catatan dan dokumen lain
termasuk juga kekayaan Perseroan;
2) Meminta dan menerima informasi
mengenai Perseroan dari Direksi;
3)
Memberhentikan
sementara anggota Direksi apabila anggota Direksi tersebut bertindak
bertentangan dengan Anggaran Dasar Perseroan dan/atau peraturan perundangan
yang berlaku.
Presiden Komisaris bertindak sebagai juru bicara dari Dewan
Komisaris dan menjadi penghubung utama (main contact) bagi Dewan Komisaris.[9]
C.
Hubungan
DPS, DSN, dan DK
Dewan Syariah Nasional merupakan
Dewan yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan
dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. DSN merupakan bagian dari MUI dan
DSN membantu pihak-pihak terkait, seperti Departemen Keuangan, BI dan lembaga
lainnya dalam menyusun peraturan atau ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa periode 5 tahun.
Hubungan Dewan Pengawas Syariah
(DPS) dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) yaitu dengan berkembangnya lembaga
keuangan syariah, berkembang pulalah jumlah DPS yang berada pada masing-masing
lembaga tersebut. Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS yang satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dibentuklah DSN yang bersifat nasional
sekaligus membawahi lembaga-lembaga keuangan syariah.
DSN merupakan dewan yang bertugas
menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DPS mengawasi kegiatan
usaha-usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip
syariah yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
Oleh karena itu, Dewan Komisaris
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan
nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan operasional pada lembaga
keuangan syariah tersebut. Dewan Komisaris memberikan pengawasan terhadap
kegiatan-kegiatan dimana sistem terselenggarakan dalam rangka norma-norma yang
ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan memberikan gambaran
mengenai hal-hal yang dapat diterima, dipercaya atau mungkin dipaksakan dan
batas pengawasan (control limit)
merupakan tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem dapat menerima sebagai
batas toleransi dan tetap memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Dewan Komisaris juga bertugas
mengawasi administrasi dan keuangan pada biro perbankan. Biro perbankan yang
dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional. Untuk itu Dewan Komisaris ditugaskan
untuk pengawasan dalam kaitan kinerja manajemen, dalam kaitan implementasi
sistem dan produk-produk agar tetap berjalan sesuai dengan syariah Islam.[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dewan
Pengawas Syariah (DPS) merupakan lembaga independen yang diberikan amanah oleh
Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk mengawasi kesesuaian operasional dan praktik
lembaga keuangan syariah terhadap kepatuhan syariah.
DSN sebagai sebuah lembaga yang
dibentuk oleh MUI secara struktural berada di bawah MUI. Menurut pasar 1 angka
9 PBI NO.6/24/PBI/2004, disebutkan bahwa : “DSN adalah dewan yang dibentuk MUI
yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara
produk, jasa, dan kegiatan usaha bank dengan prinsip syariah”.
Dewan Komisaris (DK) adalah sebuah
dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada
direktur PT (Perseroan Terbatas). Di Indonesia sendiri, Dewan Komisaris
ditunjuk melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan di dalam UU No. 40 Tahun
2007 tentang PT dijabarkan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab dari Dewan
Komisaris. Dewan Komisaris ini merupakan hal yang perlu ada dalam kelengkapan
organisasi perusahaan atau bank. Dewan Komisaris ini mempunyai tanggung jawab
moral terhadap berjalannya bank tersebut. Kewajiban adanya DK pada bank juga
diatur dalam ketentuan UU No. 1 Tahun 1995.
DAFTAR
PUSTAKA
Djumhana,Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung:PT Citra Aditya Bakti,2006)
https://daylavenaeducation.blogspot.co.id/2015/12/dps-dsn-mui.html?m=1
(diakses pada 16 Desember 2017)
http://repository.uin-suska.ac.id/8951/4/BAB%20III.pdf
(diakses pada 17/12/2017)
Pedoman
Dewan Komisaris PT Astra International Tbk
Sudarsono,Heri, Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskriptif dan Ilustrasi,
(Yogyakarta:Ekonisia,2004)
Sutedi,Adrian, Pasar
Modal Syariah, (Jakarta:Sinar Grafika,2011)
Syafi’i Antonio,Muhammad, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta:PT Dana Bhakti Prima
Yasa,1992)
Syakir Sula,Muhammad, Asuransi Syariah (Life and General), (Jakarta:Gema Insani
Press,2004)
Wirdyaningsih,dkk,
Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana Pranada Media, 2005)
[1]
Syafi’i Antonio,Muhammad, Apa dan
Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta:PT Dana Bhakti Prima Yasa,1992),hlm.2
[2]
Sutedi,Adrian, Pasar Modal Syariah, (Jakarta:Sinar
Grafika,2011),hlm.238
[3]
Sudarsono,Heri, Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah, Deskriptif dan Ilustrasi, (Yogyakarta:Ekonisia,2004),hlm.45
[4]
Wirdyaningsih,dkk, Bank
dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Pranada Media, 2005),hlm.10
[5]
Djumhana,Muhammad, Hukum Perbankan di
Indonesia, (Bandung:PT Citra Aditya Bakti,2006),hlm.279-280
[6]
http://repository.uin-suska.ac.id/8951/4/BAB%20III.pdf (diakses pada
17/12/2017)
[7]
Wirdyaningsih,dkk, Op.Cit,hlm.83
[8]
Syakir Sula,Muhammad, Asuransi Syariah
(Life and General), (Jakarta:Gema Insani Press,2004),hlm.543
[9]
Pedoman Dewan Komisaris PT Astra International Tbk
[10]
https://daylavenaeducation.blogspot.co.id/2015/12/dps-dsn-mui.html?m=1 (diakses
pada 16 Desember 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar