Minggu, 08 Oktober 2017

Makalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT)





MAKALAH

MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK

TENTANG

BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT)

O

L

E

H



HIZRA ISFIO RITA

( 1630401083 )



DOSEN PEMBIMBING :

1.      Dr. H. Syukri Iska, M. Ag.

2.      Ifelda Nengsih, SEI., MA.





JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BATUSANGKAR

2017

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Baitul Maal telah dikembangkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW sebagai lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan sekaligus membagikan dana sosial, seperti zakat, infaq dan shadaqah (ZIS). Sedangkan Baitul Tanwil merupakan lembaga bisnis keuangan yang berorientasi laba. BMT berdiri bersamaan dengan usaha pendirian Bank Syariah di Indonesia, yakni tepatnya pada tahun 1990-an.

Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yaitu simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan yang menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sektor keuangan lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank, karena BMT bukan bank maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan.

Untuk penjelasan lebih lengkapnya dapat dilihat dalam makalah berikut ini.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian BMT?

2.      Bagaimana Prosedur Pendirian BMT?

3.      Bagaimana Manajemen Operasional BMT?

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian BMT

BMT merupakan kependekan dari Baitul Maal wa Tamwil. Secara harfiah Baitul Maal berarti rumah dana dan Baitul Tanwil berarti rumah usaha.[1]

Baitul Maal melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Sedangkan Baitul Tanwil bertugas menerima titipan dana zakat, infaq dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.[2]

Baitul Maal wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan lembaga bait al-mal wa al-tamwil, yakni lembaga usaha masyarakat yang mengembangkan aspek-aspek produksi dan investasi untuk meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi dalam skala kecil dan menengah.

BMT dapat juga disebut sebagai lembaga swadaya ekonomi umat yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat karena dikategorikan sebagai Koperasi Syari’ah yang berfungsi untuk menarik, mengelola dan menyalurkan dana. Selain itu, BMT juga berfungsi mengelola dana social diantaranya menerima titipan dana zakat, infak, shadaqah dan wakaf. Semua produk pelayanan dan jasa BMT dilakukan menurut ketentuan syari’ah yakni prinsip bagi hasil (profit and loss-sharing).[3]

B.     Prosedur Pendirian BMT

Berikut adalah tahap-tahap pendirian BMT :

1.      Perlu adanya pemrakarsa motivator yang telah mengetahui BMT. Pemrakarsa mencoba meluaskan jaringan para sahabat dengan menjelaskan tentang BMT dan peranannya dalam mengangkat harkat dan martabat rakyat.

2.      Di antara pemrakarsa membentuk panitia penyiapan pendirian BMT (P3B) di lokasi jamaah mesjid, pesantren, desa miskin, kelurahan, kecamatan, dan yang lainnya. Jika dalam suatu kecamatan terdapat beberapa P3B, maka P3B kecamatan menjadi coordinator P3B yang ada.

3.      P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar 10 juta sampai 30 juta, agar BMT memulai operasi dengan syarat modal tersebut. Modal awal ini dapat berasal dari perorangan, lembaga, yayasan, pemda, dan lain sebagainya.

4.      P3B bias juga mencari modal-modal pendiri (simpanan pokok/SPK semacam saham). Masing-masing pendiri perlu membuat komitmen tentang peranannya masing-masing.

5.      Jika calon pemodal pendiri telah ada, maka dipilih pengurus yang akan mewakili pendiri dalam mengarahkan kebijakan BMT.

6.      P3B atau pengurus jika telah ada yang harus dilakukan selanjutnya yaitu mencari dan memilih calon pengelola BMT tersebut.

7.      Mempersiapkan legalitas hokum untuk usaha sebagai berikut :

a.       KSM/LKM dengan mengirim surat ke PINBUK.

b.      Koperasi simpan pinjam (KSP) syariah, koperasi serba usaha (KSU) syariah dengan menghubungi kepala kantor/dinas/badan koperasi dan pembinaan pengusaha kecil di kabupaten/kota.

8.      Melatih calon pengelola, sebaiknya juga diikuti dengan menghubungi kantor PINBUK terdekat.

9.      Melaksanakan persiapan-persiapan sarana kantor dan berkas administrasi yang diperlukan.

10.  Melaksanakan bisnis operasi BMT.[4]

C.    Manajemen Operasional BMT

Manajemen operasional BMT membahas tentang hal-hal sebagai berikut :

1.      Manajemen pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul Maal

Baitul Maal merupakan mediator dari para Muzakki, Munfiq, dan Mushaddiq, yang merupakan sumber ZIS (Zakat, Infaq dan Sadaqah) dengan para Mustahiq dan masyarakat social lainnya.

Ketiga LPSM (P3UK-PINBUK-DD Republika) juga cenderung berhati-hati dalam penggunaan zakat yang dalam pendayagunaannya spesifik untuk 8 ashnaf yang telah ditetapkan, sedangkan dana infaq dan shadaqah lebih bersifat fleksibel, dan dana tersebut cenderung digunakan untuk pinjaman al-Qardhul Hasan.

2.      Manajemen pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul Tanwil

Untuk manajemen pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul Tanwil ini, pada prinsipnya mekanisme yang ada tidak jauh berbeda dengan system perbankan Islam, namun skalanya saja yang relative kecil.

Dalam pendayagunaan dana Baitul Tanwil, ketiga LPSM memiliki kesepakatan yang sama bahwa dana tersebut disalurkan pada system pembiayaan yang mencakup prinsip-prinsip bagi hasil, jual beli, sewa, fee dan kebajikan (dari dana infaq dan shadaqah), yang semua prinsip-prinsip ini memiliki dasar syariah. Selain itu, ketiga BMT binaan masing-masing LPSM juga menggunakan dana Baitul Tanwil untuk menjalankan usaha sector rill, yang hasilnya diharapkan dapat mendukung operasional BMT secara menyeluruh.

3.      System dan bentuk laporan keuangan

Ketiga LPSM tersebut secara konsepsi memegang prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum, dengan penyesuaian-penyesuaian dalam hal-hal tertentu. Setiap LPSM memiliki bentuk laporan keuangan, setidaknya berupa neraca dan laba rugi.

4.      Penilaian kesehatan BMT

Penilian kesehatan BMT lebih mengarah pada penilaian dalam bentuk rasio keuangan, tetapi penilaian secara kualitatifpun terhadap manajemen dan organisasi tidak ditinggalkan, dan untuk menilai kesehatan BMT secara keseluruhan ketiga LPSM sepakat untuk menilai dua sisi tersebut.

5.      Manajemen pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul Tanwil

Baitul Maal merupakan mediator dari para Muzakki, Munfiq, dan Mushaddiq, yang merupakan sumber dana ZIS (Zakat, infaq dan shadaqah) dengan para Mustahiq dan masyarakat sosial lainnya.

Ketiga LPSM (P3UK-PINBUK-DD) juga cenderung berhati-hati dalam penggunaan zakat yang dalam pendayagunaannya spesifik untuk 8 ashnaf yang telah ditetapkan, sedangkan dana infaq dan shadaqah lebih bersifat fleksibel, dan dana tersebut cenderung digunakan untuk pinjaman al-Qardhul Hasan.

6.      Manajemen pengerahan dan pendayagunaan Baitul Tanwil

Untuk manajemen pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul Tanwil ini, pada prinsipnya mekanisme yang ada tidak jauh berbeda dengan sistem perbankan Islam, namun skalanya saja yang relatif kecil.

Dalam pendayagunaan dana Baitul Tanwil, ketiga LPSM memiliki kesepakatan yang sama bahwa dana tersebut disalurkan pada sistem pembiayaan yang mencakup prinsip-prinsip bagi hasil, jual beli, sewa, fee dan kebajikan (dari dana infaq dan shadaqah) yang semua prinsip-prinsip ini memiliki dasar syariah. Selain itu, ketiga BMT binaan masing-masing LPSM juga menggunakan dana Baitul Tanwil untuk menjalankan usaha sektor riil, yang hasilnya diharapkan dapat mendukung operasional BMT secara menyeluruh.

7.      Sistem dan bentuk laporan keuangan

        LPSM tersebut secara konsepsi memegang prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum, dengan penyesuaian-penyesuaian dalam hal-hal tertentu. Setiap LPSM memiliki bentuk laporan keuangan, setidaknya berupa neraca dan laba-rugi.

8.   Penilaian kesehatan BMT

Penilaian kesehatan BMT lebih mengarah pada penilaian dalam bentuk rasio keuangan, tetapi penilaian secara kualitatif terhadap manajemen dan organisasi tidak ditinggalkan dan untuk menilai kesehatan BMT secara keseluruhan ketiga LPSM sepakat untuk menilai dari dua sisi tersebut.[5]

                               Yang termasuk kedalam manajemen operasional,yaitu :

1.   Kepengurusan

             Pada tahap awal diperlukan paling sedikit 3 orang pengelola BMT yang masing-masing bertanggungjawab untuk mewujudkan kerjasama manajemen yang rapih dan terpadu pembagian tanggung jawab, antara lain :

a.       Mengerahkan dan memobilisasi dana simpanan anggota, Pokusma, para jamaah dan masyarakat sekelilingnya.

b.      Pembiayaan kegiatan usaha-usaha anggota, Pokusma, dan pembinaan pada keberhasilan usaha-usaha anggota yang dimaksud.

c.       Urusan umum termasuk pembukuan, penataan administrasi, kelembagaan, hubungan keluar atau antar lembaga dan sumber daya manusia.

              Seorang diantaranya bertindak sebagai pemimpin pengelola atau Manajer Umum. Semuanya bertanggungjawab pada keberhasilan pemasaran, baik dalam menggerakkan simpanan maupun untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan usaha anggota. Kerjasama saling bahu-membahu dari semua pengelola sangat diperlukan, namun batas-batas tanggungjawab masing-masing perlu sangat jelas.

2.   Sumber dan karakteristik BMT

             BMT harus mampu mengidentifikasi berbagai sumber dana dan mengemasnya ke dalam produk-produknya sehingga memiliki nilai jual yang layak. Prinsip simpanan di BMT menganut azas wadi’ah dan mudharabah.

a.       Prinsip wadi’ah

        Wadi’ah berarti titipan, jadi prinsip simpanan wadi’ah merupakan akal penitipan barang atau uang pada BMT. Oleh sebab itu, BMT berkewajiban menjaga dan merawat barang tersebut dengan baik serta mengembalikannya saat penitip (muwadi’) menghendakinya.

        Prinsip wadi’ah dibagi menjadi dua bagian, yakni :

1.      Wadi’ah Amanah yaitu penitipan barang atau uang tetapi BMT tidak memiliki hak untuk mendayagunakannya titipan tersebut. Ketentuan-ketentuannya, sebagai berikut :

a)      Pihak yang dititipi tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipkan.

b)      Pada saat dikembalikan, barang yang dititipkan harus dalam keadaan yang sama saat dititipkan.

c)      Jika selama masa penitipan barangnya mengalami kerusakan dengan sendirinya (karena terlalu tua atau lama), maka yang menerima titipan tidak berkewajiban menggantinya, kecuali kerusakan tersebut karena kecerobohan yang menerima titipan atau yang menerima melanggar kesepakatan.

d)     Sebagai imbalan atas tanggungjawab menerima amanah tersebut yang dititipi berhak menetapkan imbalan.

2.      Wadi’ah Yad Dhamanah merupakan akad penitipan barang atau uang (umumnya berbentuk uang) kepada BMT, namun BMT memiliki hak untuk mendayagunakan dana tersebut.

        Beberapa ketentuan yang berlaku dalam akad ini, yakni sebagai berikut:

a)      Penerima titipan berhak memanfaatkan barang atau uang yang ditipkan dan berhak pula memperoleh keuntungan.

b)      Penerima bertanggungjawab penuh atas barang tersebut, jika terjadi kerusakan atau kehilangan.

c)      Keuntungan yang diperoleh karena pemanfaatan barang titipan dapat diberikan sebagian kepada pemilik barang sebagai bonus atau hadiah.

b.      Prinsip Mudharabah

        Merupakan akad kerjasama, yang mana modal dari pemilik dana (shohibul maal) dengan pengelola dana atau pengusaha (mudhorib) atas dasar bagi hasil. Berbagai ketentuan yang berlaku untuk sistem mudharabah, meliputi modal, pembagian hasil dan risiko.

        Berbagai sumber dana tersebut pada prinsipnya dikelompokkan menjadi  3 bagian, yakni:

1)      Dana pihak pertama (DP I) yang dikelompokkan ke dalam simpanan pokok khusus (modal penyertaan), simpanan pokok, dan simpanan wajib.

2)      Dana pihak ke II (DP II) yang bersumber dari pinjaman pihak luar yakni mereka yang memiliki kesamaan sistem yaitu bagi hasil, baik untuk bank maupun non-bank.

3)      Dana pihak ketiga (DP III) yang bersumber dari simpanan suka rela atau tabungan dari para anggota BMT.[6]

c.       Alokasi dana

        Alokasi dana BMT merupakan upaya menggunakan dana BMT untuk keperluan operasional yang dapat mengakibatkan berkembangnya BMT atau sebaliknya, jika penggunaannya salah, pengalokasian dananya harus memperhatikan aspek berikut:

1)      Aman, artinya dana BMT dapat dijamin pengembaliannya.

2)      Lancar, artinya pengalokasian dana harus dapat memberikan pendapat maksimal.

3)      Halal, artinya pengalokasian dana BMT harus pada usaha yang halal, baik dari tinjauan hukum positif maupun agama.

4)      Diutamakan untuk pengembangkan usaha ekonomi anggota.

        Jenis-jenis penggunaan dana BMT dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1)      Penggunaan yang bersifat produktif, untuk pembiayaan kepada anggota, masyarakat, dan BMT lain serta untuk investasi pada Bank Syariah.

2)      Penggunaan yang bersifat tidak produktif, biaya-biaya operasional BMT dan untuk pembelian atau perusahaan inventaris.

3)      Penggunaan dana pembinaan kelompok dan lingkungan, untuk dana pelatihan dan pendampingan anggota Pokusma, dana sosial kematian, kesehatan, dan lain sebagainya.

4)      Penggunaan dana untuk menanggulangi risiko, untuk penyisihan penghapusan pembiayaan macet, penambahan dana cadangan umum serta penyisihan laba ditahan.[7]

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa BMT merupakan sebuah usaha bisnis yang dikelola secara profesional sehingga mencapai tingkat efisiensi ekonomi tertentu, demi mewujudkan kesejahteraan anggota, seiring penguatan kelembagaan BMT itu sendiri.

Kegiatan BMT ini sama dengan bank syariah pada umumnya, yakni sama-sama menghimpun dana dan menyalurkannya.

Namun, BMT secara hukum berbeda dengan bank syariah, BMT menerapkan konsep syariah serta pangsa pasar yang lebih baik dari bank syariah karena tidak diatur oleh regulasi Bank Indonsesia.

Gerakan BMT yang gencar ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, pemerintah perlu meregulasikan perundang-undangan yang jelas bagi BMT, sehingga kinerjanya lebih optimal dan tidak terbentur urusan hukum. Masyarakatpun akan mulai mempercayakan kebutuhan ekonominya pada lembaga mikro syariah ini, khususnya masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.

B.     Saran

Penulis berharap, pemerintah lebih memperhatikan lagi perkembangan lembaga BMT saat ini agar kegiatan lembaga tersebut dapat lebih baik lagi pengoperasiannya.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan tanggapan atau kritik serta saran dari para pembaca untuk perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.




DAFTAR PUSTAKA

Hosen,Muhammad Nadratuzzaman, Tata Cara Pendirian BMT, versi e-book, (Jakarta:Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (pkes publishing),2008)

Lulail Yunus,Jamal, Manajemen Bank Syariah Mikro, (Malang:UIN-Malang Press,2009)

Ridwan,Muhammad, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta:UII Press,2004)

Soemitra,Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana,2010)

Suhendi,Hendi, BMT & Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy,2004)



[1] Ridwan,Muhammad, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta:UII Press,2004).hlm.126
[2] Hosen,Muhammad Nadratuzzaman, Tata Cara Pendirian BMT, versi e-book (Jakarta:Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (pkes publishing,2008)
[3] Suhendi,Hendi, BMT & Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy,2004).hlm.29
[4] Soemitra,Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana,2010).hlm.456-459
[5] Lulail Yunus,Jamal, Manajemen Bank Syariah Mikro, (Malang:UIN-Malang Press,2009).hlm.109-110
[6] Ridwan,Muhammad, Op.cit.hlm.150-155
[7] Ibid,.....hlm.158-159

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

MAKALAH MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK TENTANG OTORITAS JASA K...