MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
TENTANG
BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT)
O
L
E
H
HIZRA ISFIO RITA
( 1630401083 )
DOSEN PEMBIMBING :
1.
Dr.
H. Syukri Iska, M. Ag.
2.
Ifelda
Nengsih, SEI., MA.
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Baitul Maal telah dikembangkan
sejak zaman Nabi Muhammad SAW sebagai lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan
sekaligus membagikan dana sosial, seperti zakat, infaq dan shadaqah (ZIS).
Sedangkan Baitul Tanwil merupakan
lembaga bisnis keuangan yang berorientasi laba. BMT berdiri bersamaan dengan
usaha pendirian Bank Syariah di Indonesia, yakni tepatnya pada tahun 1990-an.
Sebagai lembaga bisnis, BMT
lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yaitu simpan pinjam. Usaha
ini seperti usaha perbankan yang menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah)
serta menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. Namun
demikian, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor
riil maupun sektor keuangan lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan
bank, karena BMT bukan bank maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan.
Untuk penjelasan lebih lengkapnya dapat
dilihat dalam makalah berikut ini.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian BMT?
2. Bagaimana
Prosedur Pendirian BMT?
3. Bagaimana
Manajemen Operasional BMT?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
BMT
BMT merupakan kependekan dari Baitul Maal wa Tamwil. Secara harfiah Baitul Maal berarti rumah dana dan Baitul Tanwil berarti rumah usaha.[1]
Baitul Maal
melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Sedangkan
Baitul Tanwil bertugas menerima
titipan dana zakat, infaq dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya
sesuai dengan peraturan dan amanahnya.[2]
Baitul
Maal wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri
terpadu yang isinya berintikan lembaga bait
al-mal wa al-tamwil, yakni lembaga usaha masyarakat yang mengembangkan
aspek-aspek produksi dan investasi untuk meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi
dalam skala kecil dan menengah.
BMT dapat juga disebut sebagai
lembaga swadaya ekonomi umat yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat
karena dikategorikan sebagai Koperasi
Syari’ah yang berfungsi untuk menarik, mengelola dan menyalurkan dana.
Selain itu, BMT juga berfungsi mengelola dana social diantaranya menerima
titipan dana zakat, infak, shadaqah dan wakaf. Semua produk pelayanan dan jasa
BMT dilakukan menurut ketentuan syari’ah yakni prinsip bagi hasil (profit and loss-sharing).[3]
B.
Prosedur
Pendirian BMT
Berikut adalah tahap-tahap
pendirian BMT :
1. Perlu
adanya pemrakarsa motivator yang telah mengetahui BMT. Pemrakarsa mencoba
meluaskan jaringan para sahabat dengan menjelaskan tentang BMT dan peranannya
dalam mengangkat harkat dan martabat rakyat.
2. Di
antara pemrakarsa membentuk panitia penyiapan pendirian BMT (P3B) di lokasi
jamaah mesjid, pesantren, desa miskin, kelurahan, kecamatan, dan yang lainnya.
Jika dalam suatu kecamatan terdapat beberapa P3B, maka P3B kecamatan menjadi
coordinator P3B yang ada.
3. P3B
mencari modal awal atau modal perangsang sebesar 10 juta sampai 30 juta, agar
BMT memulai operasi dengan syarat modal tersebut. Modal awal ini dapat berasal
dari perorangan, lembaga, yayasan, pemda, dan lain sebagainya.
4. P3B
bias juga mencari modal-modal pendiri (simpanan pokok/SPK semacam saham).
Masing-masing pendiri perlu membuat komitmen tentang peranannya masing-masing.
5. Jika
calon pemodal pendiri telah ada, maka dipilih pengurus yang akan mewakili
pendiri dalam mengarahkan kebijakan BMT.
6. P3B
atau pengurus jika telah ada yang harus dilakukan selanjutnya yaitu mencari dan
memilih calon pengelola BMT tersebut.
7. Mempersiapkan
legalitas hokum untuk usaha sebagai berikut :
a. KSM/LKM
dengan mengirim surat ke PINBUK.
b. Koperasi
simpan pinjam (KSP) syariah, koperasi serba usaha (KSU) syariah dengan
menghubungi kepala kantor/dinas/badan koperasi dan pembinaan pengusaha kecil di
kabupaten/kota.
8. Melatih
calon pengelola, sebaiknya juga diikuti dengan menghubungi kantor PINBUK
terdekat.
9. Melaksanakan
persiapan-persiapan sarana kantor dan berkas administrasi yang diperlukan.
10. Melaksanakan
bisnis operasi BMT.[4]
C.
Manajemen
Operasional BMT
Manajemen operasional BMT membahas tentang
hal-hal sebagai berikut :
1. Manajemen
pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul
Maal
Baitul
Maal merupakan mediator dari para Muzakki, Munfiq, dan Mushaddiq, yang merupakan sumber ZIS
(Zakat, Infaq dan Sadaqah) dengan para Mustahiq
dan masyarakat social lainnya.
Ketiga LPSM (P3UK-PINBUK-DD
Republika) juga cenderung berhati-hati dalam penggunaan zakat yang dalam
pendayagunaannya spesifik untuk 8 ashnaf
yang telah ditetapkan, sedangkan dana infaq dan shadaqah lebih bersifat
fleksibel, dan dana tersebut cenderung digunakan untuk pinjaman al-Qardhul Hasan.
2. Manajemen
pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul
Tanwil
Untuk manajemen pengerahan dan
pendayagunaan dana Baitul Tanwil ini,
pada prinsipnya mekanisme yang ada tidak jauh berbeda dengan system perbankan
Islam, namun skalanya saja yang relative kecil.
Dalam pendayagunaan dana Baitul Tanwil, ketiga LPSM memiliki
kesepakatan yang sama bahwa dana tersebut disalurkan pada system pembiayaan
yang mencakup prinsip-prinsip bagi hasil, jual beli, sewa, fee dan kebajikan
(dari dana infaq dan shadaqah), yang semua prinsip-prinsip ini memiliki dasar
syariah. Selain itu, ketiga BMT binaan masing-masing LPSM juga menggunakan dana
Baitul Tanwil untuk menjalankan usaha
sector rill,
yang hasilnya diharapkan dapat mendukung operasional BMT secara menyeluruh.
3. System
dan bentuk laporan keuangan
Ketiga LPSM tersebut secara
konsepsi memegang prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum, dengan
penyesuaian-penyesuaian dalam hal-hal tertentu. Setiap LPSM memiliki bentuk
laporan keuangan, setidaknya berupa neraca dan laba rugi.
4. Penilaian
kesehatan BMT
Penilian kesehatan BMT lebih
mengarah pada penilaian dalam bentuk rasio keuangan, tetapi penilaian secara
kualitatifpun terhadap manajemen dan organisasi tidak ditinggalkan, dan untuk
menilai kesehatan BMT secara keseluruhan ketiga LPSM sepakat untuk menilai dua
sisi tersebut.
5. Manajemen pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul Tanwil
Baitul Maal
merupakan mediator dari para Muzakki,
Munfiq, dan Mushaddiq, yang
merupakan sumber dana ZIS (Zakat, infaq dan shadaqah) dengan para Mustahiq dan masyarakat sosial lainnya.
Ketiga LPSM
(P3UK-PINBUK-DD) juga cenderung berhati-hati dalam penggunaan zakat yang dalam
pendayagunaannya spesifik untuk 8 ashnaf
yang telah ditetapkan, sedangkan dana infaq dan shadaqah lebih bersifat
fleksibel, dan dana tersebut cenderung digunakan untuk pinjaman al-Qardhul Hasan.
6.
Manajemen
pengerahan dan pendayagunaan Baitul
Tanwil
Untuk manajemen
pengerahan dan pendayagunaan dana Baitul
Tanwil ini, pada prinsipnya mekanisme yang ada tidak jauh berbeda dengan
sistem perbankan Islam, namun skalanya saja yang relatif kecil.
Dalam
pendayagunaan dana Baitul Tanwil,
ketiga LPSM memiliki kesepakatan yang sama bahwa dana tersebut disalurkan pada
sistem pembiayaan yang mencakup prinsip-prinsip bagi hasil, jual beli, sewa,
fee dan kebajikan (dari dana infaq dan shadaqah) yang semua prinsip-prinsip ini
memiliki dasar syariah. Selain itu, ketiga BMT binaan masing-masing LPSM juga
menggunakan dana Baitul Tanwil untuk
menjalankan usaha sektor riil, yang hasilnya diharapkan dapat mendukung
operasional BMT secara menyeluruh.
7. Sistem dan bentuk laporan keuangan
LPSM tersebut secara konsepsi memegang
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum, dengan
penyesuaian-penyesuaian dalam hal-hal tertentu. Setiap LPSM memiliki bentuk
laporan keuangan, setidaknya berupa neraca dan laba-rugi.
8. Penilaian kesehatan BMT
Penilaian kesehatan BMT lebih mengarah pada penilaian dalam bentuk rasio
keuangan, tetapi penilaian secara kualitatif terhadap manajemen dan organisasi
tidak ditinggalkan dan untuk menilai kesehatan BMT secara keseluruhan ketiga
LPSM sepakat untuk menilai dari dua sisi tersebut.[5]
Yang
termasuk kedalam manajemen operasional,yaitu :
1. Kepengurusan
Pada tahap awal diperlukan paling sedikit 3 orang pengelola BMT yang
masing-masing bertanggungjawab untuk mewujudkan kerjasama manajemen yang rapih
dan terpadu pembagian tanggung jawab, antara lain :
a. Mengerahkan dan memobilisasi dana simpanan anggota,
Pokusma, para jamaah dan masyarakat sekelilingnya.
b. Pembiayaan kegiatan usaha-usaha anggota, Pokusma, dan
pembinaan pada keberhasilan usaha-usaha anggota yang dimaksud.
c. Urusan umum termasuk pembukuan, penataan administrasi,
kelembagaan, hubungan keluar atau antar lembaga dan sumber daya manusia.
Seorang diantaranya bertindak
sebagai pemimpin pengelola atau Manajer Umum. Semuanya bertanggungjawab pada
keberhasilan pemasaran, baik dalam menggerakkan simpanan maupun untuk
pembiayaan kegiatan-kegiatan usaha anggota. Kerjasama saling bahu-membahu dari
semua pengelola sangat diperlukan, namun batas-batas tanggungjawab
masing-masing perlu sangat jelas.
2. Sumber dan karakteristik
BMT
BMT
harus mampu mengidentifikasi berbagai sumber dana dan mengemasnya ke dalam
produk-produknya sehingga memiliki nilai jual yang layak. Prinsip simpanan di
BMT menganut azas wadi’ah dan mudharabah.
a. Prinsip wadi’ah
Wadi’ah
berarti titipan, jadi prinsip simpanan wadi’ah merupakan akal penitipan barang
atau uang pada BMT. Oleh sebab itu, BMT berkewajiban menjaga dan merawat barang
tersebut dengan baik serta mengembalikannya saat penitip (muwadi’) menghendakinya.
Prinsip
wadi’ah dibagi menjadi dua bagian, yakni :
1. Wadi’ah Amanah yaitu penitipan barang atau uang tetapi BMT tidak
memiliki hak untuk mendayagunakannya titipan tersebut. Ketentuan-ketentuannya,
sebagai berikut :
a) Pihak yang dititipi tidak boleh memanfaatkan barang yang
dititipkan.
b) Pada saat dikembalikan, barang yang dititipkan harus
dalam keadaan yang sama saat dititipkan.
c) Jika selama masa penitipan barangnya mengalami kerusakan
dengan sendirinya (karena terlalu tua atau lama), maka yang menerima titipan
tidak berkewajiban menggantinya, kecuali kerusakan tersebut karena kecerobohan
yang menerima titipan atau yang menerima melanggar kesepakatan.
d) Sebagai imbalan atas tanggungjawab menerima amanah
tersebut yang dititipi berhak menetapkan imbalan.
2. Wadi’ah Yad
Dhamanah merupakan akad penitipan
barang atau uang (umumnya berbentuk uang) kepada BMT, namun BMT memiliki hak
untuk mendayagunakan dana tersebut.
Beberapa
ketentuan yang berlaku dalam akad ini, yakni sebagai berikut:
a) Penerima titipan berhak memanfaatkan barang atau uang
yang ditipkan dan berhak pula memperoleh keuntungan.
b) Penerima bertanggungjawab penuh atas barang tersebut,
jika terjadi kerusakan atau kehilangan.
c) Keuntungan yang diperoleh karena pemanfaatan barang
titipan dapat diberikan sebagian kepada pemilik barang sebagai bonus atau
hadiah.
b. Prinsip Mudharabah
Merupakan
akad kerjasama, yang mana modal dari pemilik dana (shohibul maal) dengan pengelola dana atau pengusaha (mudhorib) atas dasar bagi hasil.
Berbagai ketentuan yang berlaku untuk sistem mudharabah, meliputi modal,
pembagian hasil dan risiko.
Berbagai
sumber dana tersebut pada prinsipnya dikelompokkan menjadi 3 bagian, yakni:
1) Dana pihak pertama (DP I) yang dikelompokkan ke dalam
simpanan pokok khusus (modal penyertaan), simpanan pokok, dan simpanan wajib.
2) Dana pihak ke II (DP II) yang bersumber dari pinjaman
pihak luar yakni mereka yang memiliki kesamaan sistem yaitu bagi hasil, baik
untuk bank maupun non-bank.
3) Dana pihak ketiga (DP III) yang bersumber dari simpanan
suka rela atau tabungan dari para anggota BMT.[6]
c.
Alokasi dana
Alokasi dana
BMT merupakan upaya menggunakan dana BMT untuk keperluan operasional yang dapat
mengakibatkan berkembangnya BMT atau sebaliknya, jika penggunaannya salah,
pengalokasian dananya harus memperhatikan aspek berikut:
1) Aman, artinya dana BMT dapat dijamin pengembaliannya.
2) Lancar, artinya pengalokasian dana harus dapat memberikan
pendapat maksimal.
3) Halal, artinya pengalokasian dana BMT harus pada usaha
yang halal, baik dari tinjauan hukum positif maupun agama.
4) Diutamakan untuk pengembangkan usaha ekonomi anggota.
Jenis-jenis penggunaan dana BMT dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Penggunaan yang bersifat produktif, untuk pembiayaan
kepada anggota, masyarakat, dan BMT lain serta untuk investasi pada Bank
Syariah.
2) Penggunaan yang bersifat tidak produktif, biaya-biaya
operasional BMT dan untuk pembelian atau perusahaan inventaris.
3) Penggunaan dana pembinaan kelompok dan lingkungan, untuk
dana pelatihan dan pendampingan anggota Pokusma, dana sosial kematian,
kesehatan, dan lain sebagainya.
4) Penggunaan dana untuk menanggulangi risiko, untuk
penyisihan penghapusan pembiayaan macet, penambahan dana cadangan umum serta
penyisihan laba ditahan.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas,
dapat disimpulkan bahwa BMT merupakan sebuah
usaha bisnis yang dikelola secara profesional sehingga mencapai tingkat
efisiensi ekonomi tertentu, demi mewujudkan kesejahteraan anggota, seiring
penguatan kelembagaan BMT itu sendiri.
Kegiatan BMT ini
sama dengan bank syariah pada umumnya, yakni sama-sama menghimpun dana dan
menyalurkannya.
Namun, BMT secara
hukum berbeda dengan bank syariah, BMT menerapkan konsep syariah serta pangsa
pasar yang lebih baik dari bank syariah karena tidak diatur oleh regulasi Bank
Indonsesia.
Gerakan BMT yang
gencar ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, pemerintah perlu
meregulasikan perundang-undangan yang jelas bagi BMT, sehingga kinerjanya lebih
optimal dan tidak terbentur urusan hukum. Masyarakatpun akan mulai
mempercayakan kebutuhan ekonominya pada lembaga mikro syariah ini, khususnya
masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
B.
Saran
Penulis berharap, pemerintah lebih memperhatikan lagi
perkembangan lembaga BMT saat ini agar kegiatan lembaga tersebut dapat lebih
baik lagi pengoperasiannya.
Penulis sangat menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat
mengharapkan tanggapan atau kritik serta saran dari para pembaca untuk
perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Hosen,Muhammad Nadratuzzaman, Tata Cara Pendirian BMT, versi e-book, (Jakarta:Pusat Komunikasi
Ekonomi Syariah (pkes publishing),2008)
Lulail
Yunus,Jamal, Manajemen Bank Syariah
Mikro, (Malang:UIN-Malang Press,2009)
Ridwan,Muhammad,
Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta:UII
Press,2004)
Soemitra,Andri,
Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta:Kencana,2010)
Suhendi,Hendi,
BMT & Bank Islam Instrumen Lembaga
Keuangan Syariah, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy,2004)
[1] Ridwan,Muhammad, Manajemen
Baitul Maal wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta:UII Press,2004).hlm.126
[2] Hosen,Muhammad
Nadratuzzaman, Tata Cara Pendirian BMT,
versi e-book (Jakarta:Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (pkes
publishing,2008)
[3] Suhendi,Hendi, BMT & Bank
Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung:Pustaka Bani
Quraisy,2004).hlm.29
[4] Soemitra,Andri, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana,2010).hlm.456-459
[5] Lulail Yunus,Jamal, Manajemen
Bank Syariah Mikro, (Malang:UIN-Malang Press,2009).hlm.109-110
Tidak ada komentar:
Posting Komentar