MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
TENTANG
PEGADAIAN
(SYARIAH DAN KONVENSIONAL)
O
L
E
H
HIZRA ISFIO RITA
(
1630401083
)
http://hizraiainbatusangkar.blogspot.co.id/
DOSEN PEMBIMBING :
1. Dr.
H. Syukri Iska, M. Ag.
2. Ifelda
Nengsih, SEI., MA.
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH 3B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kemaslahatan atau yang dikenal dengan istilah maqashid syariah yang merupakan salah
satu tujuan dari syariat Islam. Atas dasar itu pula Islam menganjurkan kepada
ummatnya untuk saling membantu dan tolong-menolong. Saling membantu dapat
diwujudkan dalam bentuk yang berbeda-beda, baik berupa pemberian tanpa ada
pengembalian, seperti zakat, infak dan shadaqah, maupun berupa pinjaman yang
harus dikembalikan kepada pemberi pinjaman. (Firdaus, 2005)
Dalam realitas sosial ekonomi masyarakat kerap dikemukakan
kondisi masyarakat yang memiliki harta dalam bentuk selain uang tunai dan pada
saat yang bersamaan yang bersangkutan mengalami kesulitan likuiditas hingga
membutuhkan dana dalam bentuk tunai. Pilihan transaksi yang sering digunakan
oleh masyarakat dalam menghadapi masalah ini adalah menggadaikan barang-barang
yang berharga. Tugas pokok dari lembaga pegadaian syariah adalah memberikan
pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Pemberian pinjaman ini tidak
terbatas untuk kalangan atau kelompok masyarakat tertentu, namun di Indonesia
pemanfaatan lembaga keuangan ini masih didominasi oleh kalangan menengah ke
atas, dan masih sedikit menjangkau kalangan menengah ke bawah. Salah satu
bentuk muamalah yang diperbolehkan oleh Rasulullah SAW adalah gadai.[1]
Lain halnya
dengan pegadaian konvensional yang masih banyak dijalankan saat ini di
Indonesia. Dalam pegadaian konvensional ini tujuan utama dari perusahaan
tersebut adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan cara
memberikan bunga yang sebesar-besarnya kepada nasabah yang memiliki
keterdesakan akan uang. Dan hal ini jelas dilarang dalam Islam karena mengambil
keuntungan diatas kesusahan orang lain. Oleh karena itu pegadaian syariah dapat
menjadi solusi dari masalah ini. Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih
lanjut tentang pegadaian syariah dan konvensional serta menjelaskan perbedaan
antara keduanya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan pegadaian?
2. Apa
dasar hukum pegadaian?
3. Bagaimana
manajemen Operasional Pegadaian (Syariah dan Konvensional : Produk, prosedur
pemanfaatan produk-produk?
4.
Bagaimana perkembangan pegadaian syariah
di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Gadai dalam fiqh
disebut rahn, yang menurut bahasa
adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. (Heri Sudarsono,
2003:141). Sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Ulama
Hanafiyah bahwa rahn adalah
menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin
dijadikan sebagai pembayar, hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun
sebagiannya. (as-Sarakhsi,1982:63).[2]
Pegadaian
menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan: Gadai adalah
suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak
yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas
namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk
mengambil perlunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang
yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut
dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu
digadaikan.[3]
B.
Dasar
Hukum
1. Al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 283:
Artinya:
“Jika kamu dalam perjalanan (dan
bermuamalahlah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang
penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”.
2. Hadis
Rasulullah Saw.
Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah
Saw., membeli makanan dari seorang Yahudi, yang menjadi jaminannya adalah baju
besinya.
3. Ijtihad
Ulama
Perjanjian gadai yang diajarkan dalam al-Qur’an dan
hadis itu dalam pengembangan selanjutnya dilakukan oleh para fuqaha dengan
jalan ijtihad, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para
ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya, demikian juga dengan landasan
hukumnya.[4]
C.
Manajemen
Operasional Pegadaian Syariah
1.
Produk
dan Jasa Sistem Konvensional
a. Jasa
Taksiran
Layanan pegadaian untuk memberikan penilaian
berbagai jenis dan kualitas emas dan berlian, para penaksir akan
bergerak/betindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Jasa
Titipan
Bagi nasabah yang ingin menyimpan barangnya yang
berharga, dapat menyimpan di pegadaian dengan layanan titipan, dengan prosedur
mudah, biaya murah dan barang akan dijamin oleh pegadaian.
c. Penjualan
Koin Emas ONH
Koin
emas ONH adalah emas yang berbentuk koin
yang dapat digunakan untuk tujuan persiapan dana untuk investasi dan atau pergi
menunaikan ibadah haji bagi pembelinya. Nasabah cukup membeli sejumlah koin
emas ONH (yang tersedia dalam berbagai pilihan berat), baik sekali saja maupun
secara rutin. Setelah koin emas ONH milik nasabah telah mencapai sekitar
250-300 gram, secara otomatis nasabah akan didaftarkan sebagai calon jamaah
haji melalui Sistem Haji Terpadu (Siskoat).
d. Unit
Toko Emas “Galeri 24”
1) Niaga
Galeri 24 yaitu emas yang khusus merancang desain
dan menjual perhiasan emas dengan sertifikat jaminan sesuai karat perhiasan
emas.
2) Fitur
Dengan pengalaman menguji karatase emas sejak tahun
1901, perhiasan emas dari galeri 24 memberikan jaminan kebenaran keaslian
karatase emas kepada khalayak pembeli.
e. Krasida
Kredit angsuran sistemm gadai merupakan pemberian
pinjaman kepada para pengusaha mikro kecil (dalam rangka mengembangkan usaha)
atas dasar gadai yang pengembalian
pinjamannya dilakukan melalui angsuran. Dengan jangka waktu maksimal 3 tahun
dan jaminan bergerak, seperti perhiasan, kendaraan bermotor, dan sejenisnya.
f. Kreasi
Kreasi adalah pemberian pinjaman uang yang ditujukan
kepada pengusaha kecil dengan menggunakan konstruksi penjaminan kredit atas
dasar fidusia yang merupakan pengikatan jaminan dengan lembaga pengikatan
jaminan yang sempurna dan memberikan hak yang preferent kepada kreditor dah debitur yaitu jaminan yang ideal.
Bagi kreditur uang yang dilepaskan tetap terjamin, sementara bagi debitur
prosedur mendapatkan uang lebih mudah dan barang jaminan tetap dapat digunakan
untuk menjalankan segala aktivias.
g. Kresna
Merupakan
pemberian pinjaman kepada pegawai/karyawan dalam rangka kegiatan
produktif/konsumtif dengan pengembalian secara angsuran.
h. Jasa
Gadai (Kredit Cepat Aman/KCA)
1) Jasa,
yang diberikan adalah kredit jangka pendek yang memberikan pinjaman uang tunai
dari Rp 10.000,00 hingga Rp 20.000.000,00 dengan jaminan benda bergerak,
prosedurnyapun mudah dan layanannya cepat. Sewa modal (bunga) pinjaman di
pegadaian dibagi menjadi, sebagai berikut:
a) Gol
A pinjaman Rp10.000-Rp40.000, sewa modalnya 1,25% per 15 hari.
b) Gol
B pinjaman Rp40.500-Rp150.000, sewa modalnya 1,5% per 15 hari.
c) Gol
C pinjaman Rp151.000-Rp500.000, sewa modalnya 1,75% per 15 hari.
d) Gol
D pinjaman Rp510.000-Rp20 Juta, sewa modalnya 1,75% per 15 hari.
e) Gol
D1 pinjaman di atas Rp20 Juta, sewa modalnya 1,75% per 15 hari.
2) Fitur,
pemohon kredit tidak perlu buka rekening, memiliki deposito atau cara lain yang
menyulitkan, hanya dalam waktu 15 menit dana yang diinginkan sudah tersedia.
i.
Usaha Sewa Gedung, seperti Gedung Langen
Palikrama, Gedung Serbaguna, dan Harco Pasar Baru, serta Kenari Baru.
j.
Kredit Tunda Jual Komoditas Pertanian,
diberikan kepada para petani dengan jaminan gabah kering giling. Layanan kredit
ini ditujukan untuk membantu para petani pascapanen terhindar dari tekanan
akibat fluktuasi harga pada saat panen dan permainan para tengkulak.
k. Kredit
Kelayakan Usaha
Suatu bentuk pengembangan dari kredit gadai yang
diperuntukkan bagi para pengusaha kecil dan mikro agar tidak lagi menggadaikan
alat-alat poduksinyaaa. Dengan melihat kelayakan usahanya, mereka tetap
memperoleh kredit dan barang jaminannya tetap dapat digunakan untuk menjalankan
usahanya.
l.
Lelang Barang Jaminan
Jika sampai batas tertentu nasabah tidak melunasi,
mencicil atau memperpanjang pinjaman, barang jaminan akan dilelang pada bulan
ke-5 yang dilaksanakan oleh pegadaian sendiri. Dalam hal ini barang jaminan
yang telah dilelang, nasabah masih berhak untuk menerima uang kelebihan yaitu
hasil penjualan dalam lelang setelah dikurangi uang pinjaman + sewa modal,
biaya lelang.[5]
2. Produk dan Jasa Sistem Syariah
Ulama Syafi’i
berpendapat bahwa pegadaian dikatakan sah bila telah memenuhi paling tidak tiga
syarat berikut:
a. Harus
berupa barang, karena utang tidak bisa digadaikan
b. Penetapan
kepemilikan pegadaian atas barang yang digadaikan tidak terhalang
c.
Barang yang digadaikan bisa dijual
manakala sudah habis masa perlunasan hutang gadai.
Berdasarkan tiga
syarat di atas, maka dapat diambil alternatif dalam mekanisme operasional
pegadaian syariah yang dilakukan dengan menggunakan tiga akad yaitu sebagai
berikut:
a. Akad
al-Qard al-Hasan
Akad ini dilakukan untuk nasabah yang menginginkan
menggadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif. Dengan demikian, nasabah (rahin) akan memberikan biaya upah atau fee kepada pegadaian (murtahin) yang telah menjaga atau
merawat barang gadaian (marhun).
b. Akad
al-mudharabah
Akad ini dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan
jaminannya untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi dan modal kerja).
Dengan demikian, rahin akan
memberikan bagi hasil (berdasarkan keuntungan) kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang dipinjam
terlunasi.
c. Akad
al-Bai Muqayyadah
Akad
ini dapat dilakukan jika rahin yang
menginginkan menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif, artinya dalam
menggadaikan, rahin tersebut
menginginkan modal kerja berupa pembelian barang. Sedangkan barang jaminan yang
dapat dijaminkan untuk akad ini adalah barang-barang yang dapat dimanfaatkan
oleh rahin atau murtahin. Dengan demikian, murtahin
akan memerlukan barang yang sesuai dengan keinginan rahin akan memberikan mark-up
kepada murtahin sesuai dengan
kesepakatan pada saat akad berlangsung sampai batas waktu yang telah
ditentukan.[6]
Mekanisme
perjanjian gadai atau rahn ini dapat dirumuskan apabila telah diketahui,
beberapa hal yang terkait diantaranya:
a. Syarat
rahin dan murtahin
b. Syarat
marhun dan utang
c. Kedudukan
marhun
d. Resiko
atas kerusakan marhun pemindahan milik marhun
e. Perlakukan
bunga dan riba dalam perjanjian gadai
f. Pemungutan
hasil marhun
g. Biaya
pemeliharaan marhun
h. Pembayaran
(Jawa=nebus) utang dari marhun
i.
Hak murtahun atas harta peninggalan.[7]
D.
Persamaan
dan Perbedaan Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensional
1.
Persamaan
a.
Hak gadai sama-sama atas pinjaman uang.
b.
Sama-sama adanya aagunan sebagai jaminan
utang.
c.
Sama-sama tidak boleh mengambil manfaat
barang gadaian.
d.
Biaya barang yang digadaikan sama-sama
ditanggung oleh para pemberi gadai.
e.
Apabila batas waktu pinjaman habis,
sedangkan hutang belum lunas dibayar, maka barang yang digadaikan boleh dijual
atau dilelang.
2.
Perbedaan
a.
Rahn
dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa
mencari keuntungan semata. Sedangkan gadai konvensional disamping berprinsip
tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa
modal.
b.
Dalam gadai konvensional, hak gadai
hanya berlaku pada benda yang tidak bergerak. Sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh benda, baik
harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
c.
Dalam rahn tidak ada istilah bunga.
d.
Gadai konvensional dilaksanakan melalui
suatu lembaga yang di Indonesia dikenal dengan Perum Pegadaian, rahn menurut Islam dapat dilaksanakan
tanpa melalui suatu lembaga.[8]
E.
Perkembangan
Pegadaian Syariah di Indonesia
Berdirinya
pegadaian syariah, berawal pada tahun 1998 ketika beberapa General Manager
melakukan studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai
dilakukan penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah. Tapi ketika itu ada
sedikit masalah internal sehingga hasil studi banding itu pun hanya ditumpuk. (Umam 2011)
Tahun
2002 mulai diterapkan sistem pegadaiaan syariah dan pada tahun 2003 pegadaian
syariah resmi dioperasikan dan pegadaian cabang Dewi Sartika menjadi kantor
cabang pegadaian pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah.Prospek
pegadaian syariah di masa depan sangat luar biasa. Respon masyarakat terhadap
pegadaian syariah ternyata jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Menurut
survei BMI, dari target operasional tahun 2003 sebesar 1,55 milyar rupiah
pegadaian syariah cabang Dewi Sartika mampu mencapai target 5 milyar rupiah.
(Ahby 2012)
Pegadaian
syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan.
Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang
sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya
pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang,
bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang
harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan.(Said 2010)
Program
Syariah Perum Pegadaian mendapat sambutan positif dari masyarakat. Dari target
omzet tahun 2006 sebesar Rp 323 miliar, hingga September 2006 ini sudah
tercapai Rp 420 miliar dan pada akhir tahun 2006 ini diprediksi omzet bisa
mencapai Rp 450 miliar.(Jamil 2010)
Bahkan
Perum Pegadaian Pusat menurut rencana akan menerbitkan produk baru, gadai saham
di Bursa Efek Jakarta (BEJ), paling lambat Maret 2007. Manajemen Pegadaian
melihat adanya prospek pasar yang cukup bagus saat ini untuk gadai saham.Bisnis
pegadaian syariah tahun 2007 ini cukup cerah, karena minta masyarakat yang
memanfaatkan jasa pegadaian ini cukup besar. Itu terbukti penyaluran kredit
tahun2006 melampaui target.(Ayunia2015)
Pegadaian
cabang Majapahit Semarang misalnya, tahun 2006 mencapai 18,2 miliar. Lebih
besar dari target yang ditetapkan sebanyak 11,5 miliar. Jumlah nasabah yang
dihimpun sekitar 6 ribu orang dan barang jaminannyasebanyak16.855potong. Penyaluran
kredit pegadaian syariah Semarang ini berdiri tahun 2003, setiap tahunnya meningkat
cukup signifikan dari Rp 525 juta tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5,1 miliar
dan tahun 2006 mencapai Rp 18,4 miliar. Mengenai permodalan hingga saat ini
tidak ada masalah. Berapapun permintaan nasabah asal ada barang jaminan akan
dipenuhi saat itu pula bisa dicairkan sesuai taksiran barang jaminan tersebut.
Demikian prospek pegadaian syariah ke depan, cukup cerah. (Dinia 2015)[9]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pegadaian Konvensional adalah suatu
hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang
diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya,
dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil
perlunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang
berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut
dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu
digadaikan.
Ulama Hanafiyah rahn (Pegadaian Syariah) adalah
menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin
dijadikan sebagai pembayar, hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun
sebagiannya.
Mekanisme operasional pegadaian
dengan sistem konvensional dan syariah sangat jauh berbeda, yang mana pada
sistem konvensional produk dan jasanya terdiri dari, Jasa Taksiran, Jasa
Titipan, Penjualan Koin Emas ONH, Unit Toko Emas “Galeri 24”, Krasida, Kreasi, Kresna,
Jasa Gadai (Kredit Cepat Aman/KCA), Usaha Sewa Gedung, Kredit Tunda Jual
Komoditas Pertanian, Kredit Kelayakan Usaha, dan Lelang Barang Jaminan.
Sedangkan untuk sistem syariah,
produk dan jasanya berupa, Akad al-Qard
al-Hasan, Akad al-mudharabah, dan
Akad al-Bai Muqayyadah.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Tijary, Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Islam, (2016, Vol. 1, No. 2)
Febrianur,dkk,(https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/7727/Mahasiswa%20%28Student%20Paper%20Presentation%29%281%29_4.pdf?sequence=1&isAllowed=y)
: 12 Nov 2017/21.00
Iska,Syukri dan
Rizal, Lembaga Keuangan Syariah, (Batusangkar:STAIN Batusangkar
Press,2005)
Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer,
(Yogyakarta:UII Press,2000)
Soemitra,Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana,2010)
Veithzal Rivai,
dkk, Bank dan Vinacial Institution
Management, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2007)
[1]
Al-Tijary, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, (2016, Vol. 1, No. 2, Hal.
94)
[2]
Iska,Syukri dan Rizal, Lembaga Keuangan Syariah, (Batusangkar:STAIN Batusangkar
Press,2005).hlm.62
[3]
Soemitra,Andri, Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah, (Jakarta:Kencana,2010).hlm.387
[4]
Iska,Syukri dan Rizal, Op.cit.hlm.63
[5]Veithzal
Rivai, dkk, Bank dan Vinacial Institution
Management, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 1332-1336
[6]Ibid,.....hlm.64-65
[7]
Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat
Kontemporer, (Yogyakarta:UII Press,2000).hlm.91
[8]
Iska,Syukri dan Rizal, Op.cit.hlm.66
[9]
Febrianur, dkk (https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/7727/Mahasiswa%20%28Student%20Paper%20Presentation%29%281%29_4.pdf?sequence=1&isAllowed=y)
: 12 Nov 2017/21.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar