Senin, 13 November 2017

MAKALAH PEGADAIAN SYARIAH DAN KONVENSIONAL





MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK

TENTANG
PEGADAIAN (SYARIAH DAN KONVENSIONAL)

O
L
E
H

HIZRA ISFIO RITA
( 1630401083 )
http://hizraiainbatusangkar.blogspot.co.id/

DOSEN PEMBIMBING :
1.      Dr. H. Syukri Iska, M. Ag.
2.      Ifelda Nengsih, SEI., MA.




JURUSAN PERBANKAN SYARIAH 3B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kemaslahatan atau yang dikenal dengan istilah maqashid syariah yang merupakan salah satu tujuan dari syariat Islam. Atas dasar itu pula Islam menganjurkan kepada ummatnya untuk saling membantu dan tolong-menolong. Saling membantu dapat diwujudkan dalam bentuk yang berbeda-beda, baik berupa pemberian tanpa ada pengembalian, seperti zakat, infak dan shadaqah, maupun berupa pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemberi pinjaman. (Firdaus, 2005)
Dalam realitas sosial ekonomi masyarakat kerap dikemukakan kondisi masyarakat yang memiliki harta dalam bentuk selain uang tunai dan pada saat yang bersamaan yang bersangkutan mengalami kesulitan likuiditas hingga membutuhkan dana dalam bentuk tunai. Pilihan transaksi yang sering digunakan oleh masyarakat dalam menghadapi masalah ini adalah menggadaikan barang-barang yang berharga. Tugas pokok dari lembaga pegadaian syariah adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Pemberian pinjaman ini tidak terbatas untuk kalangan atau kelompok masyarakat tertentu, namun di Indonesia pemanfaatan lembaga keuangan ini masih didominasi oleh kalangan menengah ke atas, dan masih sedikit menjangkau kalangan menengah ke bawah. Salah satu bentuk muamalah yang diperbolehkan oleh Rasulullah SAW adalah gadai.[1]
Lain halnya dengan pegadaian konvensional yang masih banyak dijalankan saat ini di Indonesia. Dalam pegadaian konvensional ini tujuan utama dari perusahaan tersebut adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan cara memberikan bunga yang sebesar-besarnya kepada nasabah yang memiliki keterdesakan akan uang. Dan hal ini jelas dilarang dalam Islam karena mengambil keuntungan diatas kesusahan orang lain. Oleh karena itu pegadaian syariah dapat menjadi solusi dari masalah ini. Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut tentang pegadaian syariah dan konvensional serta menjelaskan perbedaan antara keduanya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pegadaian?
2.      Apa dasar hukum pegadaian?
3.      Bagaimana manajemen Operasional Pegadaian (Syariah dan Konvensional : Produk, prosedur pemanfaatan produk-produk?
4.      Bagaimana perkembangan pegadaian syariah di Indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Gadai dalam fiqh disebut rahn, yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. (Heri Sudarsono, 2003:141). Sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Ulama Hanafiyah bahwa rahn adalah menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar, hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagiannya. (as-Sarakhsi,1982:63).[2]
Pegadaian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil perlunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan.[3]
B.     Dasar Hukum
1.      Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 283:
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalahlah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”.
2.      Hadis Rasulullah Saw.
Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah Saw., membeli makanan dari seorang Yahudi, yang menjadi jaminannya adalah baju besinya.
3.      Ijtihad Ulama
Perjanjian gadai yang diajarkan dalam al-Qur’an dan hadis itu dalam pengembangan selanjutnya dilakukan oleh para fuqaha dengan jalan ijtihad, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya, demikian juga dengan landasan hukumnya.[4]
C.    Manajemen Operasional Pegadaian Syariah
1.      Produk dan Jasa Sistem Konvensional
a.       Jasa Taksiran
Layanan pegadaian untuk memberikan penilaian berbagai jenis dan kualitas emas dan berlian, para penaksir akan bergerak/betindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b.      Jasa Titipan
Bagi nasabah yang ingin menyimpan barangnya yang berharga, dapat menyimpan di pegadaian dengan layanan titipan, dengan prosedur mudah, biaya murah dan barang akan dijamin oleh pegadaian.
c.       Penjualan Koin Emas ONH
Koin emas ONH adalah  emas yang berbentuk koin yang dapat digunakan untuk tujuan persiapan dana untuk investasi dan atau pergi menunaikan ibadah haji bagi pembelinya. Nasabah cukup membeli sejumlah koin emas ONH (yang tersedia dalam berbagai pilihan berat), baik sekali saja maupun secara rutin. Setelah koin emas ONH milik nasabah telah mencapai sekitar 250-300 gram, secara otomatis nasabah akan didaftarkan sebagai calon jamaah haji melalui Sistem Haji Terpadu (Siskoat).


d.      Unit Toko Emas “Galeri 24”
1)      Niaga
Galeri 24 yaitu emas yang khusus merancang desain dan menjual perhiasan emas dengan sertifikat jaminan sesuai karat perhiasan emas.
2)      Fitur
Dengan pengalaman menguji karatase emas sejak tahun 1901, perhiasan emas dari galeri 24 memberikan jaminan kebenaran keaslian karatase emas kepada khalayak pembeli.
e.       Krasida
Kredit angsuran sistemm gadai merupakan pemberian pinjaman kepada para pengusaha mikro kecil (dalam rangka mengembangkan usaha) atas dasar  gadai yang pengembalian pinjamannya dilakukan melalui angsuran. Dengan jangka waktu maksimal 3 tahun dan jaminan bergerak, seperti perhiasan, kendaraan bermotor, dan sejenisnya.
f.       Kreasi
Kreasi adalah pemberian pinjaman uang yang ditujukan kepada pengusaha kecil dengan menggunakan konstruksi penjaminan kredit atas dasar fidusia yang merupakan pengikatan jaminan dengan lembaga pengikatan jaminan yang sempurna dan memberikan hak yang preferent kepada kreditor dah debitur yaitu jaminan yang ideal. Bagi kreditur uang yang dilepaskan tetap terjamin, sementara bagi debitur prosedur mendapatkan uang lebih mudah dan barang jaminan tetap dapat digunakan untuk menjalankan segala aktivias.
g.      Kresna
Merupakan pemberian pinjaman kepada pegawai/karyawan dalam rangka kegiatan produktif/konsumtif dengan pengembalian secara angsuran.


h.      Jasa Gadai (Kredit Cepat Aman/KCA)
1)      Jasa, yang diberikan adalah kredit jangka pendek yang memberikan pinjaman uang tunai dari Rp 10.000,00 hingga Rp 20.000.000,00 dengan jaminan benda bergerak, prosedurnyapun mudah dan layanannya cepat. Sewa modal (bunga) pinjaman di pegadaian dibagi menjadi, sebagai berikut:
a)      Gol A pinjaman Rp10.000-Rp40.000, sewa modalnya 1,25% per 15 hari.
b)      Gol B pinjaman Rp40.500-Rp150.000, sewa modalnya 1,5% per 15 hari.
c)      Gol C pinjaman Rp151.000-Rp500.000, sewa modalnya 1,75% per 15 hari.
d)     Gol D pinjaman Rp510.000-Rp20 Juta, sewa modalnya 1,75% per 15 hari.
e)      Gol D1 pinjaman di atas Rp20 Juta, sewa modalnya 1,75% per 15 hari.
2)      Fitur, pemohon kredit tidak perlu buka rekening, memiliki deposito atau cara lain yang menyulitkan, hanya dalam waktu 15 menit dana yang diinginkan sudah tersedia.
i.        Usaha Sewa Gedung, seperti Gedung Langen Palikrama, Gedung Serbaguna, dan Harco Pasar Baru, serta Kenari Baru.
j.        Kredit Tunda Jual Komoditas Pertanian, diberikan kepada para petani dengan jaminan gabah kering giling. Layanan kredit ini ditujukan untuk membantu para petani pascapanen terhindar dari tekanan akibat fluktuasi harga pada saat panen dan permainan para tengkulak.
k.      Kredit Kelayakan Usaha
Suatu bentuk pengembangan dari kredit gadai yang diperuntukkan bagi para pengusaha kecil dan mikro agar tidak lagi menggadaikan alat-alat poduksinyaaa. Dengan melihat kelayakan usahanya, mereka tetap memperoleh kredit dan barang jaminannya tetap dapat digunakan untuk menjalankan usahanya.
l.        Lelang Barang Jaminan
Jika sampai batas tertentu nasabah tidak melunasi, mencicil atau memperpanjang pinjaman, barang jaminan akan dilelang pada bulan ke-5 yang dilaksanakan oleh pegadaian sendiri. Dalam hal ini barang jaminan yang telah dilelang, nasabah masih berhak untuk menerima uang kelebihan yaitu hasil penjualan dalam lelang setelah dikurangi uang pinjaman + sewa modal, biaya lelang.[5]
2.      Produk dan Jasa Sistem Syariah
Ulama Syafi’i berpendapat bahwa pegadaian dikatakan sah bila telah memenuhi paling tidak tiga syarat berikut:
a.       Harus berupa barang, karena utang tidak bisa digadaikan
b.      Penetapan kepemilikan pegadaian atas barang yang digadaikan tidak terhalang
c.       Barang yang digadaikan bisa dijual manakala sudah habis masa perlunasan hutang gadai.
Berdasarkan tiga syarat di atas, maka dapat diambil alternatif dalam mekanisme operasional pegadaian syariah yang dilakukan dengan menggunakan tiga akad yaitu sebagai berikut:
a.       Akad al-Qard al-Hasan
Akad ini dilakukan untuk nasabah yang menginginkan menggadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif. Dengan demikian, nasabah (rahin) akan memberikan biaya upah atau fee kepada pegadaian (murtahin) yang telah menjaga atau merawat barang gadaian (marhun).
b.      Akad al-mudharabah
Akad ini dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi dan modal kerja). Dengan demikian, rahin akan memberikan bagi hasil (berdasarkan keuntungan) kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang dipinjam terlunasi.
c.       Akad al-Bai Muqayyadah
Akad ini dapat dilakukan jika rahin yang menginginkan menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif, artinya dalam menggadaikan, rahin tersebut menginginkan modal kerja berupa pembelian barang. Sedangkan barang jaminan yang dapat dijaminkan untuk akad ini adalah barang-barang yang dapat dimanfaatkan oleh rahin atau murtahin. Dengan demikian, murtahin akan memerlukan barang yang sesuai dengan keinginan rahin akan memberikan mark-up kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan pada saat akad berlangsung sampai batas waktu yang telah ditentukan.[6]
Mekanisme perjanjian gadai atau rahn ini dapat dirumuskan apabila telah diketahui, beberapa hal yang terkait diantaranya:
a.       Syarat rahin dan murtahin
b.      Syarat marhun dan utang
c.       Kedudukan marhun
d.      Resiko atas kerusakan marhun pemindahan milik marhun
e.       Perlakukan bunga dan riba dalam perjanjian gadai
f.       Pemungutan hasil marhun
g.      Biaya pemeliharaan marhun
h.      Pembayaran (Jawa=nebus) utang dari marhun
i.        Hak murtahun atas harta peninggalan.[7]

D.    Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensional
1.      Persamaan
a.       Hak gadai sama-sama atas pinjaman uang.
b.      Sama-sama adanya aagunan sebagai jaminan utang.
c.       Sama-sama tidak boleh mengambil manfaat barang gadaian.
d.      Biaya barang yang digadaikan sama-sama ditanggung oleh para pemberi gadai.
e.       Apabila batas waktu pinjaman habis, sedangkan hutang belum lunas dibayar, maka barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.
2.      Perbedaan
a.       Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan semata. Sedangkan gadai konvensional disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal.
b.      Dalam gadai konvensional, hak gadai hanya berlaku pada benda yang tidak bergerak. Sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh benda, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
c.       Dalam rahn tidak ada istilah bunga.
d.      Gadai konvensional dilaksanakan melalui suatu lembaga yang di Indonesia dikenal dengan Perum Pegadaian, rahn menurut Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.[8]

E.     Perkembangan Pegadaian Syariah di Indonesia
Berdirinya pegadaian syariah, berawal pada tahun 1998 ketika beberapa General Manager melakukan studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah. Tapi ketika itu ada sedikit masalah internal sehingga hasil studi banding itu pun hanya ditumpuk. (Umam 2011)
Tahun 2002 mulai diterapkan sistem pegadaiaan syariah dan pada tahun 2003 pegadaian syariah resmi dioperasikan dan pegadaian cabang Dewi Sartika menjadi kantor cabang pegadaian pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah.Prospek pegadaian syariah di masa depan sangat luar biasa. Respon masyarakat terhadap pegadaian syariah ternyata jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Menurut survei BMI, dari target operasional tahun 2003 sebesar 1,55 milyar rupiah pegadaian syariah cabang Dewi Sartika mampu mencapai target 5 milyar rupiah. (Ahby 2012)
Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan.(Said 2010)
Program Syariah Perum Pegadaian mendapat sambutan positif dari masyarakat. Dari target omzet tahun 2006 sebesar Rp 323 miliar, hingga September 2006 ini sudah tercapai Rp 420 miliar dan pada akhir tahun 2006 ini diprediksi omzet bisa mencapai Rp 450 miliar.(Jamil 2010)
Bahkan Perum Pegadaian Pusat menurut rencana akan menerbitkan produk baru, gadai saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), paling lambat Maret 2007. Manajemen Pegadaian melihat adanya prospek pasar yang cukup bagus saat ini untuk gadai saham.Bisnis pegadaian syariah tahun 2007 ini cukup cerah, karena minta masyarakat yang memanfaatkan jasa pegadaian ini cukup besar. Itu terbukti penyaluran kredit tahun2006 melampaui target.(Ayunia2015)
Pegadaian cabang Majapahit Semarang misalnya, tahun 2006 mencapai 18,2 miliar. Lebih besar dari target yang ditetapkan sebanyak 11,5 miliar. Jumlah nasabah yang dihimpun sekitar 6 ribu orang dan barang jaminannyasebanyak16.855potong. Penyaluran kredit pegadaian syariah Semarang ini berdiri tahun 2003, setiap tahunnya meningkat cukup signifikan dari Rp 525 juta tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5,1 miliar dan tahun 2006 mencapai Rp 18,4 miliar. Mengenai permodalan hingga saat ini tidak ada masalah. Berapapun permintaan nasabah asal ada barang jaminan akan dipenuhi saat itu pula bisa dicairkan sesuai taksiran barang jaminan tersebut. Demikian prospek pegadaian syariah ke depan, cukup cerah. (Dinia 2015)[9]


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pegadaian Konvensional adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil perlunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan.
Ulama Hanafiyah rahn (Pegadaian Syariah) adalah menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar, hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagiannya.
Mekanisme operasional pegadaian dengan sistem konvensional dan syariah sangat jauh berbeda, yang mana pada sistem konvensional produk dan jasanya terdiri dari, Jasa Taksiran, Jasa Titipan, Penjualan Koin Emas ONH, Unit Toko Emas “Galeri 24”, Krasida, Kreasi, Kresna, Jasa Gadai (Kredit Cepat Aman/KCA), Usaha Sewa Gedung, Kredit Tunda Jual Komoditas Pertanian, Kredit Kelayakan Usaha, dan Lelang Barang Jaminan.
Sedangkan untuk sistem syariah, produk dan jasanya berupa, Akad al-Qard al-Hasan, Akad al-mudharabah, dan Akad al-Bai Muqayyadah.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Tijary, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, (2016, Vol. 1, No. 2)
Febrianur,dkk,(https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/7727/Mahasiswa%20%28Student%20Paper%20Presentation%29%281%29_4.pdf?sequence=1&isAllowed=y) : 12 Nov 2017/21.00
Iska,Syukri dan Rizal, Lembaga Keuangan Syariah, (Batusangkar:STAIN Batusangkar Press,2005)
Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, (Yogyakarta:UII Press,2000)
Soemitra,Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana,2010)
Veithzal Rivai, dkk, Bank dan Vinacial Institution Management, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2007)



[1] Al-Tijary, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, (2016, Vol. 1, No. 2, Hal. 94)
[2] Iska,Syukri dan Rizal, Lembaga Keuangan Syariah, (Batusangkar:STAIN Batusangkar Press,2005).hlm.62
[3] Soemitra,Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana,2010).hlm.387
[4] Iska,Syukri dan Rizal, Op.cit.hlm.63
[5]Veithzal Rivai, dkk, Bank dan Vinacial Institution Management, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 1332-1336
[6]Ibid,.....hlm.64-65
[7] Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, (Yogyakarta:UII Press,2000).hlm.91
[8] Iska,Syukri dan Rizal, Op.cit.hlm.66
[9] Febrianur, dkk (https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/7727/Mahasiswa%20%28Student%20Paper%20Presentation%29%281%29_4.pdf?sequence=1&isAllowed=y) : 12 Nov 2017/21.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

MAKALAH MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK TENTANG OTORITAS JASA K...