Senin, 18 Desember 2017

MAKALAH INSTITUSI WAKAF




MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK

TENTANG
INSTITUSI WAKAF

O
L
E
H

HIZRA ISFIO RITA
( 1630401083 )
http://hizraiainbatusangkar.blogspot.co.id/

DOSEN PEMBIMBING :
1.      Dr. H. Syukri Iska, M. Ag.
2.      Ifelda Nengsih, SEI., MA.




JURUSAN PERBANKAN SYARIAH 3B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di Indonesia telah mengenal wakaf baik setelah Islam masuk maupun sebelum Islam masuk. Di tanah jawa, lembaga-lembaga wakaf telah dikenal pada masa Hindu-Buddha yaitu dengan istilah Sima dan Dharma. Akan tetapi lembaga tersebut tidak persis sama dengan lembaga wakaf dalam hukum Islam. Dan peruntukannya hanya pada bidang tanah hutan saja atau berupa tanah saja. Umumnya, wakaf yang dikenal pada masa sebelum Islam atau oleh agama-agama lain diluar Islam hampir sama dengan Islam, yaitu untuk peribadatan. Dengan kata lain lambaga wakaf telah dikenal oleh masyarakat pada peradaban yang cukup jauh dari masa sekarang. Namun tujuan utama dari wakafnya yang berbeda-beda (untuk mendapat pahala, hanya untuk masyarakat umum, dll). Sedangkan setelah masuknya Islam istilah wakaf mulai dikenal. Menurut (Abdoerraoef) wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya untuk kemaslahatan umat. Sehingga ketika wakaf dikenal di Indonesia juga mempengaruhi pengaturan perwakafan tanah di Indonesia yang peruntukannya sebagai tempat-tempat peribadatan dan sosial yang dibuatnya peraturan-peraturan yang lebih khusus mengenai wakaf di era setelah kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terdapat pada Pasal 49 tentang Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan wakaf?
2.      Apa dasar hukum wakaf?
3.      Apa saja rukun dan syarat wakaf?
4.      Jelaskan bagaimana mekanisme operasional institusi wakaf?
5.      Jelaskan bagaimana perkembangan institusi wakaf di Indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian wakaf
Wakaf secara etimologi adalah al-habs (menahan), al-man’u (mencegah) serta al-imsak (menahan). Dalam bahasa Inggris, istilah wakaf ini diterjemahkan dengan endowment (pemberian, sedekah, pendapatan), foundation (harta untuk organisasi, pendapatan untuk kegiatan sosial).
Secara terminologi, wakaf adalah menahan asal (pokok) barang (harta) dan mendermakan buah (hasil) atau mendayagunakan manfaatnya untuk sabilillah (Sayyid Sabiq;1971:415). Dengan arti kata, harta disedekahkan untuk kepentingan sosial, dengan ketentuan yang dapat dinikmati itu hanya manfaatnya saja tanpa mengurangi dan merusak pokok (asal) barang tersebut.
Dalam Undang-Undang nomor 41/2004, wakaf dijelaskan sebagai perbuatan hukum wakif (orang yang mewakafkan) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.[1]
B.     Dasar Hukum Wakaf
1.      Al-Qur’an
Sebagaimana yang terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 267, sebagai berikut:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian yang baik-baik dari usahamu dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu.....”
2.      hadis
Dari Ibnu Umar ra. berkata : “Bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra. Menghadap Rasulullah SAW. untuk meminta petunjuk. Umar berkata: “Hai Rasulullah SAW., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah SAW. bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sadekahkan (hasilnya). “Kemudian Umar mensadekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak dihibahkandan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR. Muslim).
Dari hadis tersebut dapat dipahami beberapa ketentuan tentang wakaf ini, sebagai berikut:
a.       kondisi harta tersebut adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan punya nilai ekonomis.
b.      Asal harta tersebut tetap bertahan, yang dimanfaatkan itu hanyalah hasil dari harta tersebut.
c.       Tidak boleh diperjualbelikan, dihibahkan, dan diwariskan.
d.      Yang boleh menikmati hasil dari harta tersebut, diantaranya adalah fakir miskin, pembiayaan kegiatan sosial, nazir (yang mengelola).[2]
C.    Rukun dan Syarat Wakaf
1.      Rukun wakaf adalah sebagai berikut:
a.       Orang yang berwakaf (wakif)
b.      Harta yang diwakafkan (mauquf)
c.       Tujuan wakaf (mauquf ‘alaih)
d.      Pernyataan wakaf (shiqat waqf)
2.      Syarat wakaf
a.       Orang yang mewakafkan (wakif)
Ialah mempunyai kecakapan melakukan tabarru’ yaitu melepaskan hak milik tanpa imbalan materi. Orang yang dikatakan cakap bertindak tabarru’ adalah baligh, berakal sehat, dan tidak terpaksa.
b.      Harta yang diwakafkan
Harta wakaf (mauquf)  merupakan harta yang bernilai, milik yang mewakafkan, dan tahan untuk digunakan. Harta yang dapat juga berupa uang yang dimodalkan, berupa saham pada perusahaan, dan berupak apa saja yang lainnya.
c.       Tujuan wakaf
Tujuan wakaf (mauquf ‘alaih) harus sejalan (tidak bertentangan) dengan nilai-nilai ibadah, sebab wakaf merupakan salah satu amalan sedekah, sedangkan sedekah merupakan salah satu perbuatan ibadah. Maka tujuan wakaf harus termasuk kategori ibadah atau sekurang-kurangnya merupakan perkara-perkara mudah menurut ajaran Islam. Harta yang diwakafkan harus segera dapat diterima setelah diikrarkan.
d.      Shiqat waqf
Bahwa wakaf di-sighat-kan, baik dengan lisan, tulisan, maupun dengan isyarat. Wakaf dipandang telah terjadi apabila ada pernyataan wakif (ijab) dan qabul dari mauquf tidaklah diperlukan. Isyarat hanya boleh dilakukan bagi wakif yang tidak mampu melakukan dengan lisan dan tulisan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       
D.    Mekanisme operasional institusi wakaf
1.      Kelembagaan
Untuk konteks Indonesia, lembaga wakaf yang secara khusus mengelola dana wakaf tunai dan beroprasi secara nasional itu berupa Badan Wakaf Indonesia (BWI). Kelahiran BWI merupakan perwujudan amanat-amanat yang diwariskan dalam undang undang No 41 tahun 2004 tentang wakaf. Kehadiran badan wakaf Indonesia sebagaimana di jelaskan dalam pasal 47 adalah memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia untuk pertama kalinya, keanggotaan BWI diangkat oleh presiden Republic Indonesia, sesuai dengan kepusan presiden nomor 75 /M tahun 2007, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal13 juli 2007. jadi BWI adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dalam melaksanakn tugasnya bersifat bebas dari pengaruh kekuasaan manapun serta bertangggung jawab kepada massyarakat.[3]
Sementara sesuai dengan UU No 41/2004 pasal 49 ayat 1 disebutkan , BWI Mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
a.       Melakukan pembinaan kepada nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.
b.      Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.
c.       Memberikan persetujuan atau izin atas perubahan peruntukan da status harta benda wakaf.
d.      Memberhentikan dan mengganti Nazhir.
e.       Memberikan persetujuan dan atas penukaran harta benda wakaf.
f.       Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Pada ayat 2 dalam pasal yang sama di jelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas BWI dapat bekerja sama dengan instansi pemerintah pusat maupun daerah. Organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang di anggap berhak. Terkait tugas dalam membina Nazhir, BWI melakukan beberapa strategis sebagaimana disebutkan dalam PP. No 4/2006 pasal 63, meliputi:
1)      Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasioanal Nazhir wakaf baik perorangan , organisasi badan hukum.
2)      Penyusunan regulasi,pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap masyarakat.
3)      Penyediaan fasilitas proses sertifikasi wakaf.
4)      Penyiapan dan pengadan blangko blangko AIW baik wakaf benda tidak bergerak.
5)      Penyiapann penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan kepada Nazhir sesuai dengan lingkupnya.
6)      Pemberian fasilitas masuknya dana dana wakaf daru dalam dan luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.[4]
E.     Perkembangan institusi wakaf di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah wakaf terus berkembang dan akan selalu berkembang bersamaan dengan laju perkembangan zaman dengan berbagai inovasi inovasi yang relevan, seperti bentuk wakaf uang, wakaf  hak ke atas kekayaan intelektual (haki), dan lain-lain. Di Indonesia sendiri saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang cukup serius dengan di terbitkannya undang undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaanya. Belakangan, wakaf mengalami perubahan paradigma yang cukup tajam. Perubahan paradigma itu terutama dalam pengelolaan wakaf yang ditunjukan sebagai instrumen mensejahtrakan masyarakat muslim. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan bisnis dan manajemen. Konteks ini kemudian dikenal dengan wakaf produktif.[5]
Perkembangan institusi wakaf di Indonesia, sebagai berikut:
1.      Pada zaman hindia belanda
Pada waktu pemerintahan hindia belanda hukum pwakafan telah berlaku di Indonesia berdassarkan hukum islam. Administrasi perwakafan tanah baru di mulai sejak tahun 1905 dengan di mulainya pendaftaran tanah wakaf berdasarkan surat edaran sebagai berikut :
a.       Surat Edaran Sekretaris Gubernemen tanggal 19 januari 1905 yang  mewajibbkan para bupati untuk membuat daftar yang memuat segala keterangan untuk semua benda yang bergerak yang oleh pemiliknya ditarik dari peredaran umum, baik dengan nama wakaf atau dengan nama lain.
b.      Surat Edaran Gubernemen tanggal 4 april tahun 1931, yang memberikan wewenang kepada bupati untuk memeimpin dan menyelesaikan perkara jika terjadi sengketa mengenai wakaf, atas permintaan para pihak yang bersengketa.
c.       Surat Edaran Sekretaris Gubernemen tanggal 27 mei tahun 1935, berisi tata cara perwakafan, yaitu perlunya perwakafan diketahuai oleh bupati untuk di registrasi dan di teliti keabsahannya.
2.      Pada zaman kemerdekaan
Setelah kemerdekaan republic indonesiatanggal 17 agustus 1945 maka di bentuklah undang undang pokok agraria tanggal 24 september 1960 yang mengandung ketentuan sebagai berikut:
a.       Berdasarkan pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 145, peraturan-peraturan perwakafan Hindia Blanda dinyatakan tetap berlaku. Pada tahun 1958 telah ditetapkan petunjuk-petunjuk mengenai perwakafan oleh departemen Agama dengan dikeluarkannya surat edaran No. 5/D/1956 tentang prosedur perwakafan tanah pada tanggal 8 Oktober 1956.
b.      Berdasarkan surat keputusan Mentri Agraria dan Mentri Agama No. 19. 19/22/37-7 tahun 1959 dan SK. 62/Ka/1959, ditetapkanlah pengesahan perwakafan tanah milik dialihkan kepada Kepala Pengawas Agraria Kepresidenan, yang pelaksanaannya diatur dengan suratpusat Jawatan Agraria kepada Pusat Jawatan Agama tanggal 13-2-1960 No.23/1/34-11.
c.       Di dalam Undang-Undang No.5 tahun1960 (UUPA), pada bagian XI, tertera bahwa untuk keperluan suci dan sosial (pasal 49 ayat 3) ditentukan perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
d.      Pada tanggal 17 Mei 1977 ditetapkan peraturan pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 49 ayat 3 UUPA. PP No. 28 tahun 1977 mengatur tata cara perwakafan tanah milik dalam pengertian hak milik yang baru, serta tata cara pendaftaran tanah wakaf yang terjadi sebelum Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 yang jumlahnya sangat besar dibanding dengan perwakafan setelah berlakunya PP No. 28/1977. Pada tahun 1992 telah terdapat wakaf di Indonesia, yaitu di aceh ,gayo, tapanoli, jambi, Palembang Bengkulu, dan minahasa . Nama dan benda yang di wakafkan berbeda beda, di aceh disebut wakeuh, dan di gorontalo disebut wokos, di payakumbuh disebut ibah.[6]




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Wakaf secara etimologi adalah al-habs (menahan), al-man’u (mencegah) serta al-imsak (menahan). Dalam bahasa Inggris, istilah wakaf ini diterjemahkan dengan endowment (pemberian, sedekah, pendapatan), foundation (harta untuk organisasi, pendapatan untuk kegiatan sosial). Secara terminologi, wakaf adalah menahan asal (pokok) barang (harta) dan mendermakan buah (hasil) atau mendayagunakan manfaatnya untuk sabilillah.
Untuk konteks Indonesia, lembaga wakaf yang secara khusus mengelola dana wakaf tunai dan beroprasi secara nasional itu berupa Badan Wakaf Indonesia (BWI). Kelahiran BWI merupakan perwujudan amanat-amanat yang diwariskan dalam undang undang No 41 tahun 2004 tentang wakaf.
Dalam perjalanan sejarah wakaf terus berkembang dan akan selalu berkembang bersamaan dengan laju perkembangan zaman dengan berbagai inovasi inovasi yang relevan, seperti bentuk wakaf uang, wakaf  hak ke atas kekayaan intelektual (haki), dan lain-lain. Di Indonesia sendiri saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang cukup serius dengan di terbitkannya undang undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaanya. Belakangan, wakaf mengalami perubahan paradigma yang cukup tajam. Perubahan paradigma itu terutama dalam pengelolaan wakaf yang ditunjukan sebagai instrumen mensejahtrakan masyarakat muslim. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan bisnis dan manajemen. Konteks ini kemudian dikenal dengan wakaf produktif.


DAFTAR PUSTAKA
Drektorat Pemberdayaan Wakaf & Departemen Agama RI, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, 2007
File:///C:/Users/USER/Downloads/Lembaga_Keuangan_Syariah_Non_Bank_WAKAF.pdf diakses pada 11 Desember 2017
Iska,Syukri dan Rizal, Lembaga Keuangan Syariah, (Batusangkar:STAIN Batusangkar Press,2005)
Soemitra,Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana,2010)
Sudarsono,Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah:Deskripsi dan lustrasi,(Yogyakarta:Ekonisia,2003)




[1] Iska,Syukri dan Rizal, Lembaga Keuangan Syariah, (Batusangkar:STAIN Batusangkar Press,2005).hlm.104-106
[2] Ibid,......hlm.106-107
[3] Drektorat Pemberdayaan Wakaf & Departemen Agama RI, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, 2007. hlm 31.
[4] file:///C:/Users/USER/Downloads/Lembaga_Keuangan_Syariah_Non_Bank_WAKAF.pdf diakses pada 11 Desember 2017
[5] Soemitra,Andri,  Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana,2009).hlm.436
[6] Sudarsono,Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah:Deskripsi dan lustrasi,(Yogyakarta:Ekonisia,2003).hlm.262

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

MAKALAH MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK TENTANG OTORITAS JASA K...