MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
TENTANG
INSTITUSI
ZAKAT
O
L
E
H
HIZRA ISFIO RITA
(
1630401083
)
http://hizraiainbatusangkar.blogspot.co.id/
DOSEN PEMBIMBING :
1. Dr.
H. Syukri Iska, M. Ag.
2. Ifelda
Nengsih, SEI., MA.
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH 3B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Zakat merupakan sarana pendidikan bagi jiwa manusia agar
dapat merasa bersyukur kepada Allah dan melatih manusia agar dapat merasakan
apa yang dirasakan oleh orang-orang fakir miskin. Zakat juga merupakan sarana
penanaman sikap jujur, terpercaya, berkorban, ikhlas, mencintai sesama dan
persaudaraan pada diri manusia. Jadi prinsip zakat meliputi dasar-dasar yang
sangat luas. Zakat adalah kewajiban untuk melaksanakan tugas ekonomi, sosial
dan tanggung jawab moral.[1]
Apabila ketentuan-ketentuan hukum mengenai zakat diterapkan
dan dikembangkan dengan merumuskan kembali hal-hal yang berhubungan dengan
sumber zakat (harta yang wajib dizakatkan) dan pendayagunaan (pendistribusian)
zakat, yang ditopang oleh manajemen yang baik, maka peran dan fungsi zakat akan
dapat terwujud.
Pada tataran inilah, zakat bukan urusan individual, tetapi
merupakan urusan masyarakat, urusan dan tugas pemerintah baik melalui
organisasi resmi yang langsung ditunjuk oleh pemerintah atau organisasi seperti
yayasan, lembaga swasta, masjid, pondok pesantren dan lainnya, yang berhidmat
untuk mengatur pengelolaan zakat mulai dari pengambilannya dari muzakkisampai
kepada penyalurannya kepada para mustahiq.
Begitu banyak yang dapat dilakukan dalam pengelolaan zakat. Sama
halnya dengan begitu banyak yang dapat dilakukan dengan adanya persyari’atan
zakat itu sendiri. Fungsi zakat sebagai ibadah horisontal (fungsi ekonomi dan
sosial) seharusnya dapat diwujudkan dan ditingkatkan, sehingga zakat
benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Namun apakah fungsi ini dapat terealisasi dengan baik dalam
masyarakat. Jawabannya sangat tergantung pada masyarakat muslim Indonesia,
terutama pada niat baik dan kinerja pemerintahnya atau badan lembaga yang
ditunjuk untuk mengelola zakat tersebut, atau lembaga-lembaga zakat yang secara
sadar berkhidmat mengkhususkan diri sebagai pengelola dana zakat.[2]
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan zakat?
2. Jelaskan
prosedur pendirian Lembaga Zakat (pemerintah dan swasta)?
3.
Jelaskan bagaimana mekanisme pengelolaan
dana Zakat?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Zakat
Zakat adalah
salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun islam. Secara arti kata
zakat yang berasal dari bahasa arab dari akar kata zaka
mengandung beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Dan
sering terjadi dan banyak ditemukan dalam al-Quran dengan arti membersihkan.
Umpamanya dalam QS. An-nur ayat 21:
Artinya
: ........Sekiranya tidaklah karena
kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari
kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya,
tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui.
Ada juga yang
menyebutkan bahwa Kata zakat menurut bahasa adalah mempunyai
arti “bertambah, berkembang. Dinamakan zakat karena, dapat mengembangkan
dan menjauhkan harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Menurut Ibnu
Taimiah hati dan harta orang yang membayar zakat tersebut menjadi suci dan
bersih serta berkembang.[3]
B.
Prosedur
pendirian Lembaga Zakat (pemerintah atau swasta)
Berdasarkan Keputusan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 333 Tahun 2015 tentang pedoman pemberian
izin pembentukan Lembaga Amil Zakat yang menyatakan bahwa pembentukan LAZ wajib
mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri setelah memenuhi
persyaratan paling sedikit sebagai berikut:
1. Terdaftar
sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan,
dakwah, dan sosial, atau lembaga berbadan hukum;
2. Mendapat
rekomendasi dari BAZNAS;
3. Memiliki
pengawas syariat;
4. Memiliki
kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
5. Bersifat
nirlaba;
6. Memiliki
program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
7.
Bersedia diaudit syariat dan keuangan
secara berkala.
Berikut adalah
mekanisme pengajuan izin pembentukan LAZ:
Izin pembentukan
LAZ berskala nasional diberikan oleh Menteri, LAZ berskala Provinsi diberikan oleh
Direktur Jenderan, sedangkan LAZ berskala Kabupaten/Kota diberikan oleh kepala kantor
wilayah setelah mendapat rekomendasi dari BAZNAS.
Izin pembentukan
LAZ dapat juga diajukan oleh pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam, yayasan
berbasis Islam, atau perkumpulan berbasis Islam. Permohonan izin pembentukan
LAZ diajukan secara tertulis dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
a. Rekomendasi
BAZNAS
b. Anggaran
dasar organisasi
c. Surat
keterangan terdaftar dari Kementerian Dalam Negeri bagi organisasi
kemasyarakatan Islam atau Surat Keputusan Pengesahan sebagai badan hukum dari
Kementerian Hukum dan HAM bagi yayasan atau perkumpulan berbasis Islam
d. Susunan
pengawas syariah yang sekurang-kurangnya terdiri atas ketua dan 2 anggota
e. Surat
pernyataan sebagai pengawas syariat di atas materai yang ditandatangani oleh
masing-masing pengawas syariat
f. Daftar
pegawai yang melaksanakan tugas di bidang teknis (penghimpunan,
pendistribusian, dan pendayagunaan), administratif, dan keuangan, dengan jumlah
minimal 40 orang pegawai yang dilegalisir pimpinan organisasi kemasyarakatan
Islam skala nasional, yayasan berbasis Islam, atau perkumpulan berbasis Islam (LAZ
nasional), 20 orang pegawai (LAZ provinsi), dan 8 orang pegawai (LAZ Kabupaten/Kota).
g. Photocopy
kartu BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan atau asuransi lain bagi pegawai
h. Surat
pernyataan bahwa seluruh pengurus dan pegawai tidak merangkap sebagai pengurus
dan pegawai BAZNAS dan LAZ lainnya
i.
Surat pernyataan bersedia diaudit
syariat dan keuangan secara berkala di atas materai dan ditandatangani oleh
pimpinan organisasi/lembaga yang bersangkutan
j.
Ikhtisar perencanaan program
pendayagunaan zakat, infaq, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya bagi
kesejahteraan umat paling sedikit di 3 provinsi (LAZ nasional), 3 Kabupaten/Kota
(LAZ provinsi), dan 3 Kecamatan (LAZ Kabupaten/Kota) yang mencakup:
1) Nama
program
2) Lokasi
3) Jumlah
penerima manfaat
4) Jumlah
zakat yang disalurkan
5) Keluaran
(output)
6) Hasil
(outcome)
7) Manfaat
(benefit)
8) Dampak
(impact) program bagi penerima
manfaat
k. Surat
pernyataan kesanggupan penghimpunan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya minimal Rp 50.000.000.000,- untuk LAZ berskala nasional, Rp 20.000.000.000,-
untuk LAZ berskala provinsi, dan Rp 3.000.000.000 untuk LAZ berskala Kabupaten/Kota.[4]
C.
Mekanisme
pengelolaan dana zakat
Dalam Undang-undang 38 Tahun 1999 yang dimaksud dengan
pengelolaan zakat adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan zakat adalah kegiatan
perencanaan, pengoragnisaisan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan
dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
b. Zakat adalah harta yang wajib
disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim
sesuai dengan ketentua agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
c. Muzakki adalah orasng atau badan
yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat
d. Mustahiq adalah orang atau badan
yang berhak menerima zakat.
e. Agama adalah agama islam
f. Menteri adalah menteri yang ruang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agama.
1.
Tujuan Pengelolaan zakat
a. Meningkatnya pelayanan bagi
masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama;
b. Meningkatnya fungsi dan peranan
pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan
sosial;
c. Meningkatkan hasil guna dan daya
guna zakat.
2.
Organisasi
pengelolaan zakat
a. Pengelolaan zakat dilakukan oleh
badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah;
b. Pembentukan badan amil zakat, nasional
oleh Presiden atas usul Menteri, daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala
kantor wilayah departemen agama propinsi, daerah kabupaten atau daeraah kota
oleh bupati atau walikota atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten
atau kota, dan kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama
kecamatan
c. Badan amil zakat di semua tingkatan
memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif.
d. Pengurus amil zakat terdiri atas
unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu.
e. Organisasi badan amil zakat terdiri
atas unsur pertimbangan, unsur pengawas, dan unsur pelaksana.
3.
Pengumpulan
zakat
a. Zakat terdiri dari atas zakat mal
dan zakat fitrah.
b. Harta yang dikenai zakat adalah:
1) Emas, perak, dan uang; perdagangan
dan perusahaan
2) Hasil pertanian, hasil perkebunan,
dan hasil perikanan;
3) Hasil pertambangan;
4) Hasil peternakan;
5) Hasil pendapatan dan jasa;
6) Rikaz.
c.
Penghitungan
zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum
agama
Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan
cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.
Badan amil zakat dapat bekerja sama
dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas
permintaan muzakki.
4. Pendayagunaan zakat
Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai
dengan ketentuan agama.
Pendayagunaan hasil pengumpulan
zakat berdasarkan skala perioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan
untuk usaha yang produktif.
Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan
zakat diatur dengan keputusan menteri.
Hasil penerimaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan
karafat didayagunakan tertama untuk usaha yang produktif.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kata
zakat yang berasal dari bahasa arab dari akar kata zaka
mengandung beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh dan berkah.
Zakat itu yaitu mengeluarkan sebagian hak orang lain yang ada pada harta kita.
Pengelolaan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pengoragnisaisan, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Pengelolaan
zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
Pengumpulan
zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari
muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki. Badan amil zakat dapat bekerja sama
dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas
permintaan muzakki.
Hasil
pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala
perioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang
produktif.
DAFTAR
PUSTAKA
Asnaini, Zakat
Produktif dalam Perspektif Hukum Islam,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008)
http://sucisulastri96.blogspot.co.id/2016/09/makalah-mekanisme-pengelolaan-zakat.html
diakses tanggal 02 Desember 2017
http://pusat.baznas.go.id/wp-content/perpu/I.5.%20Peraturan%20BAZNAS%20No%2002%20tahun%202014.pdf
diakses tanggal 02 Desember 2017.
Syarifuddin,Amir,
Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta:Kencana,2010)
[1]Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam,(Yogyakarta:Pustaka
Pelajar,2008),hal.4
[2]Ibid,....hal.3
[3]Syarifuddin,Amir,
Garis-Garis Besar Fiqh,
(Jakarta:Kencana,2010),hal.37
[4]
http://pusat.baznas.go.id/wp-content/perpu/I.5.%20Peraturan%20BAZNAS%20No%2002%20tahun%202014.pdf
diakses tanggal 02 Desember 2017.
[5]
http://sucisulastri96.blogspot.co.id/2016/09/makalah-mekanisme-pengelolaan-zakat.html
diakses tanggal 02 Desember 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar